Tionghoa, Dulu dan Sekarang (2-Habis)
Tionghoa Bersambut, Bagaimana Yin Ni Hua Ren?
Selasa, 27 Januari 2009 – 00:40 WIB
ZAMAN berubah. Bahkan, setelah kejatuhan Orde Baru, perubahan itu begitu drastisnya, sehingga terasa terlalu tiba-tiba. Belum pernah orang Tionghoa mendapat posisi sosial-politik sehebat sekarang. Sampai akhir Orde Baru pun, kita tidak akan menyangka bahwa kita bisa berubah sedemikian hebat. Kini, pada zaman baru ini, penggolongan lama ’’totok, peranakan, dan Hollands spreken’’ sama sekali tidak relevan lagi. Bukan saja tidak relevan, bahkan memang sudah hilang dengan sendirinya. Kawin-mawin antartiga golongan itu sudah tidak ada masalah sama sekali. Status sosial tiga golongan tersebut juga sudah tidak bisa dibedakan. Jenis pekerjaan dan profesi di antara mereka juga sudah campur-baur. Membedakan berdasar di mana sekolah anak-anak mereka juga sudah tidak berlaku.
Memang terlalu banyak orang Tionghoa yang jadi ’’tumbal’’ untuk perubahan itu. Yakni, mereka yang menjadi korban peristiwa Mei 1998 di Jakarta yang jadi awal ’’zaman baru’’ bagi Tionghoa Indonesia itu.
Baca Juga:
Tapi, juga terlalu banyak untuk disebutkan jasa pejuang demokrasi seperti Amien Rais, Gus Dur, dan seterusnya, yang meski secara khusus perjuangan dan pengorbanan mereka tidak dimaksudkan untuk membela golongan Tionghoa, tapi hasil perjuangan itu secara otomatis ikut mengangkat posisi sosial-politik masyarakat Tionghoa menjadi sejajar dengan suku apa pun di Indonesia.
Baca Juga:
ZAMAN berubah. Bahkan, setelah kejatuhan Orde Baru, perubahan itu begitu drastisnya, sehingga terasa terlalu tiba-tiba. Belum pernah orang Tionghoa
BERITA TERKAIT