Tiongkok Menjatuhkan Sanksi Terhadap 28 Mantan Pejabat di Era Donald Trump

China mengatakan menjatuhkan saksi terhadap 28 pejabat tinggi semasa Presiden Donald Trump termasuk bekas Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo.
- Beijing menuduh mantan pejabat AS di bawah Trump menghina warga China
- Mereka akan dilarang masuk ke Daratan China, Hong Kong dan Macao
- Perusahaan dan institusi yang berhubungan dengan mereka akan dibatasi untuk melakukan bisnis dengan China
China tampaknya marah atas pernyataan yang disampaikan Mike Pompeo di hari terakhir kekuasaan Presiden Trump, bahwa China melakukan pembantaian etnis, atau genosida terhadap warga Muslim Uyghur.
Kementerian Luar Negeri China mengumumkan sanksi tersebut dalam penyataan dalam situsnya, ketika Presiden Joe Biden sedang diambil sumpahnya di Washington DC.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa Menlu Pompeo telah "merencanakan, mempromosikan, dan mengeksekusi beberapa hal gila, ikut campur dalam urusan internal China, merusak kepentingan China, menyinggung warga China, dan mengganggu hubungan China dan AS".
Sebanyak 28 orang mantan pejabat semasa pemerintahan Trump beserta kerabat mereka akan dilarang untuk masuk ke China Daratan, Hong Kong, atau Macao, beserta perusahaan dan institusi yang dikaitkan dengan mereka yang dilarang untuk berbisnis dengan China.

Sebelumnya China sudah pernah menerapkan sanksi terhadap para politisi Amerika Serikat, namun belum pernah menjatuhkan pembatasan terhadap begitu banyak pejabat yang baru saja berkuasa.
China mengatakan menjatuhkan saksi terhadap 28 pejabat tinggi semasa Presiden Donald Trump termasuk bekas Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo
- Dunia Hari Ini: Puluhan Tewas Setelah Kereta di Pakistan Dibajak
- Dunia Hari Ini: Kecelakaan Bus di Afrika Selatan, 12 Orang Tewas
- Siklon Alfred 'Tak Separah yang dibayangkan', Warga Indonesia di Queensland Tetap Waspada
- Dunia Hari Ini: Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap di Bandara
- 'Selama Ini Ternyata Saya Dibohongi': Kerugian Konsumen dalam Dugaan Korupsi BBM
- Keberadaan Seorang Warga Indonesia di Tasmania Sempat Dikhawatirkan