Tol Al Haka

Oleh: Dahlan Iskan

Tol Al Haka
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Masih ada keistimewaan satu lagi: tidak cocok boleh minta ganti makanan, tidak akan ditanya mengapa minta ganti.

Terlalu malam untuk minta ganti. Pagi-pagi saya harus memimpin senam-dansa di halaman belakang harian Radar Lampung. Bayarannya: pesta durian.

Saya pun diminta potong tumpeng ulang tahun. Saya merasa sudah terlalu gemuk –naik 3 Kg. Maka saya minta diwakili karyawan paling muda. Untuk diberikan ke karyawan yang paling langsing.

Sedang untuk potong kue full kalori, saya minta karyawan yang paling rajin olahraga untuk melakukannya. Kue itu harus diberikan kepada yang paling keras bekerja.

Semua memilih si dia: Dina Puspasari. Ternyata ada karyawati Radar Lampung yang begitu gila olahraga. Makanya, ketika senam tadi, dia khusyuk sekali.

Jenis olahraganyi pun belum pernah saya dengar: strong nation. Saya pun minta agar Dina memeragakannya. Saya akan mencoba mengikutinyi.

Ampun. Saya tidak bisa. Tidak kuat. Ternyata saya laki-laki biasa.

Awalnya Dina ragu-ragu memutuskan: kepada siapa kue itu akan diberikan. Kriteria ''yang paling kerja keras'' membuatnyi berpikir keras.

Begitu melewati Hollywood kami senang: nyaris tiba di Palembang. Kota itu memang sudah kelihatan. Justru pintu tol yang tidak tampak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News