Tol Al Haka
Oleh: Dahlan Iskan
Problem listrik di Metro sama beratnya dengan di Lombok Timur. Awalnya PLN tidak bisa masuk ke sana: dikuasai koperasi. Rakyat menderita, tetapi koperasinya tidak kooperatif.
Untung di perjalanan ini saya ditemani Mas Yanto dan Bung Aca. Mas Yanto orang Jawa, tetapi lahir, besar, sampai jadi sarjana di Lampung. Lalu jadi dirut Radar Cirebon.
Bung Aca orang Lampung yang lahir dan besar di Bengkulu. Lalu jadi dirut Radar Lampung.
Dua orang itu menjadi tour guide yang baik di sepanjang jalan tol. Mereka bisa menunjuk di mana kampungnya Erick Thohir, kampungnya Aburizal Bakrie, kampungnya mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, kampungnya Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Dari tol ini juga bisa dimonitor: oh... itu kebun nanas milik Great Giant Pineapple. Yang begitu luas. Tidak habis-habisnya.
Oh... itu kebun tebu milik swasta itu. Yang dulu berperkara itu. Oh... itu perkebunan tebu milik PTPN 7. Oh... Itu kebun singkong untuk pabrik tapioka.
Ternyata tidak banyak perbaikan jalan di jalur Bandar Lampung–Palembang ini. Sampai dengan perbatasan Lampung-Sumsel, hanya ada empat perbaikan. Itu pun tidak berat. Beda dengan jalur Bakauheni-Bandar Lampung (Disway 4/2/2022).
Kualitas jalannya pun juga cukup bagus. Lebih baik dari Palimanan–Batang (Jabar-Jateng). Rasanya hanya di sekitar jembatan sungai Mesuji –yang memisahkan dua provinsi itu– yang bergelombang. Sekitar 1 Km.