Tol Al Haka

Oleh: Dahlan Iskan

Tol Al Haka
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Begitu memasuki Sumsel beda sekali. Kanan-kiri jalan banyak terlihat rawa, bahkan sampai pun mendekati Hollywood –sebutan keren orang di sana untuk kabupaten Kayu Agung.

Rawanya tetap bisa ditumbuhi tanaman liar.

Sebenarnya tol itu bisa ditempuh 4 jam. Luar biasa. Dibanding 12 jam di masa lalu.

Namun, kami tidak buru-buru. Juga ada unsur sial (baca: mismanagement). Orang Lampung di dekat saya itu terlalu percaya diri: ini kan di kampung sendiri.

Mereka tenang saja ketika tanda bensin berubah ke warna kuning. "Saya tidak khawatir, 20 Km lagi ada rest area," katanya.

Padahal kami baru saja berhenti di rest area sebelumnya: untuk Salat Zuhur jamak Asar. Masjid Al Hikmah itu ramai sekali. Pertanda jalan tol ini sudah ramai.

"Kenapa tadi tidak sekalian isi bensin?" tanya saya.

"Di rest area berikutnya saja. Sekalian bisa mampir lagi". "Tetapi lampu sudah kuning".

Begitu melewati Hollywood kami senang: nyaris tiba di Palembang. Kota itu memang sudah kelihatan. Justru pintu tol yang tidak tampak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News