Tolak Intimidasi Ala Orde Baru, SBY Diminta Tegas
Harusnya di era reformasi ini, kata dia, cara-cara intimidatif, seperti yang diperagakan rezim Orde Baru ditinggalkan, bukan dihidupkan lagi.
"Gaya ini jelas praktek yang lazim dilakukan di rezim otoritarian Orde Baru. Ini harus diusut tuntas," katanya.
Dekan Fisipol Universitas Gadjah Mada, Erwan Agus Purwanto juga menilai menggunakan Babinsa untuk menggalang dukungan politik, sama saja menghidupkan pola-pola ala Orde Baru yang jelas dulu merusak demokrasi.
"Jelas jika hal tersebut benar, (maka) tindakan tersebut mencederai praktik demokrasi di Indonesia karena menggunakan cara-cara represif dan intimidatif seperti zaman orba," katanya.
Namun Erwan yakin rakyat sekarang sudah pintar dan tidak akan takut dengan cara-cara intimidatif seperti itu. Panglima TNI harus mengambil tindakan tegas, bila memang ada jajarannya yang berpolitik, apalagi dengan cara-cara yang intimidatif.
Sementara itu, Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan, Babinsa yang merupakan tentara aktif bukan cuma dilarang memilih, tapi juga dilarang tidak netral pada pasangan capres-cawapres tertentu.
Jika SBY tidak mengambil tindakan nyata, sebatas mengimbau yang memantik kepanikan, patut diduga pernyataan SBY hanya alibi untuk menghindari tuduhan bahwa dirinya membiarkan TNI tidak netral.
"Cara-cara ala Orde Baru ini tidak boleh terulang. Bawaslu harus ambil sikap dan tindakan," kata Hendardi.
JAKARTA -- Kasus oknum Bintara Pembina Desa TNI, yang diduga mendata dan mencoba mengarahkan warga agar memilih calon presiden tertentu, sangat membahayakan.
- Masjid Indonesia Pertama di Yokohama Jepang Resmi Dibangun
- KAI Properti Dukung Pelestarian Lingkungan Melalui Aksi Tanam Pohon
- Mbak Rerie: Pembangunan Kebudayaan Bukan Langkah yang Mudah, Butuh Dukungan Semua Pihak
- Saleh Ingatkan Pemerintah Waspada soal Defisit BPJS Kesehatan
- Gegara Dilarang Pakai Narkoba, RR Tega Aniaya Istri Hingga Tewas
- Mengisi Kuliah Umum di Politeknik PU, AHY Bicara Program Makan Bergizi Gratis