Tolak Madrasah Diniyah jadi Ekskul sejajar Futsal atau Musik
Pengamat Pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah mengungkapkan bahwa kelemahan utama dari kebijakan 5 hari sekolah adalah minimnya sosialisasi serta kebijakan yang dibuat tanpa melibatkan semua pihak.
“Kebijakan pendidikan harus selalu melibatkan dua pihak, Kemendikbud, maupun Kemenag,” katanya.
Seharusnya, jika Kemendikbud memang ingin mengakomodir Madrasah Diniyah, solusinya adalah memasukkan jam berlangsungnya Madrasah Diniyah dalam 8 jam belajar yang dimandatkan dalam sehari.
Kepala sekolah bisa memberikan perlakuan khusus agar siswa yang terlanjur masuk diniyah tidak terpaksa mundur .
“Seharusnya kepala sekolah punya data siapa saja muridnya yang masuk Diniyah, nanti diberi dispensasi,” katanya.
Menurut Jejen, petunjuk teknis pelaksanaan 5 hari sekolah harus benar-benar matang dibahas oleh kedua belah pihak serta tersosialisasikan dengan baik ke masyarakat.
Kasus banyaknya siswa Madrasah Diniyah yang mundur di beberapa daerah menurut Jejen menunjukkan bahwa peraturan belum tersosialisasi dengan baik.
Jejen juga mengkritik sikap Kemenag maupun Pengurus NU yang lebih cenderung saling lempar statemen.
Kebijakan sekolah lima hari juga alot di internal pemerintah. Pada 9 Agustus lalu sudah keluar rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penguatan
- Sepanjang 2022, Ganjar Beri Insentif Rp 247,6 Miliar Untuk Guru Ngaji & Madrasah Diniah
- Ribuan Guru Madrasah Diniyah dan Non-PNS akan Diprioritaskan Dapat Bantuan
- Masuk Semester Dua, 46 SMP Sekolah Lima Hari
- Sori, Tahun Ini Mendikbud Dapat Rapor Merah
- SD Favorit di Bogor Tak Sanggup Menerapkan Sekolah Lima Hari
- Harapan Sekolah soal Aturan Penguatan Pendidikan Karakter