Tolak Pemberian Konsesi ke Vietnam, KNTI: Ini Kerugian Bagi Nelayan dan Indonesia

jpnn.com, JAKARTA - Kalangan nelayan menolak rencana pemberian konsesi kepada Vietnam, terkait perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Provinsi Aceh, Azwar Anas mengatakan, pihaknya menolak rencana pemerintah memberikan konsesi kepada Vietnam.
Pemberian konsesi tersebut, dinilai merugikan nelayan dan kedaulatan negara.
"Jangan berikan konsesi buat Vietnam dalam perundingan penetapan batas ZEE dengan Vietnam, ini kerugian bagi Indonesia, karena kehilangan sebagian wilayah yang menjadi klaim Indonesia selama ini," kata Anas dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Anas, klaim Indonesia di wilayah yang saat ini disengketakan, tepatnya di kawasan Laut Natuna Utara, sudah kuat secara hukum internasional.
Metode penarikan garis pangkal yang digunakan Indonesia yaitu garis pangkal lurus kepulauan sudah sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam Pasal 47 Konvensi Hukum Laut 1982.
"Indonesia dikabarkan telah memberikan konsesi atau pemberian hak bagi Vietnam, sementara Vietnam telah meninggalkan posisi dasar single boundary line-nya. Klaim Indonesia atas wilayah laut itu sudah benar," tutur Anas.
Anas menjelaskan, jika benar garis batas proposal Indonesia turun ke selatan hampir 65% dari total area yang terbentuk dari posisi klaim unilateral kedua negara, maka Indonesia berpotensi kehilangan wilayah laut yang cukup luas.
Klaim Indonesia di wilayah yang saat ini disengketakan, tepatnya di kawasan Laut Natuna Utara, sudah kuat secara hukum internasional.
- Kabar Gembira Ini Sudah Disebar di Grup WA PPPK & CPNS 2024
- Senator Lalita Buka Puasa Bersama Masyarakat Nelayan, Tekankan Toleransi
- Geser China & Vietnam, Indonesia Sumbang 30% Pekerja Pabrik Nike & Adidas Global
- Gelombang Tinggi Berpotensi Terjadi, BMKG Imbau Nelayan di DIY Tunda Melaut
- Vietnam Mitra Strategis Indonesia di ASEAN, Waka MPR: Kerja Sama Harus Ditingkatkan
- Indonesia-Vietnam Eksplorasi Peluang Kerja Sama untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Inklusif