Toleransi di Australia, Biarawati tak Tanya soal Keyakinan
’’Di sini (Australia) guru hanya menyampaikan materi paling 10–15 menit. Setelah itu para murid dibagi dalam kelompok untuk berdiskusi dan guru selalu mendampingi kelompok para murid yang kemampuannya paling rendah,’’ jelas guru di SD Budi Utama, Jogjakarta, itu.
Dengan demikian, lanjut Felix yang ditempatkan di Heany Park Primary School, Victoria, diskusi di kelas bisa berjalan lancar. Semua murid jadi berani untuk bertanya. Atau menyampaikan pendapat.
’’Dari situ mereka jadi terlatih untuk berpikir kritis,’’ katanya.
Dan, terlatih pula untuk berbeda pendapat tanpa harus gontok-gontokan. Sebuah fondasi kuat penghormatan kepada segala yang beda yang selama dua pekan telah dirasakan Khalif, Rabiatul, Mega, Felix, dan kawan-kawan guru mereka yang lain. (*/c5/ttg)
Toleransi di Australia dirasakan belasan guru Indonesia yang berkesempatan mengajar di negara tetangga tersebut.
Redaktur & Reporter : Soetomo
- Program Sarapan Sehat Bergizi tak Hanya untuk Anak Didik, Tetapi juga Menyasar Para Guru
- Kumpul Bareng Komunitas Tionghoa di PIK, Ridwan Kamil Gaungkan Toleransi
- 5 Berita Terpopuler: Siap-Siap Perubahan Penempatan Guru PPPK, Ada yang Menolak, Ternyata
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Menjelang HGN 2024, Ini Permintaan Khusus Mendikdasmen Abdul Mu'ti kepada Guru