Tolong Disimak, Indonesia Memiliki Problem dalam Ekosistem Informasi

"Seperti tadi ada hoaks lockdown di Jakarta pada Sabtu Minggu, yang menyisipkan link berita dari sebuah media daring. Namun, pengantarnya keliru, link-nya betul. Jadi orang cenderung tidak baca link-nya, tetapi membaca teks yang menyertai link itu, padahal itu bentuk disinformasi yang berbahaya," ujar Wahyu.
Dia melanjutkan, sebanyak 20 persen persoalan disinformasi banyak disumbang oleh influencer atau orang yang memiliki banyak pengikut di media sosial. Sementara 80 persen disinformasi disumbang orang kebanyakan.
Namun, cakupan pengaruh disinformasi para influencer ini cukup besar dibandingkan orang kebanyakan. 70 persen pembicaraan disinformasi ruang publik disumbang oleh influencer. "Keluasan pengaruhnya sangat dominan hampir 70 persen," beber dia. (ast/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Keberadaan hoaks dan misinformasi yang masif selama pandemi, hanya refleksi dari belum cukup kuatnya ekosistem informasi.
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan
- Hoaks Titiek Puspa Meninggal Dunia, Inul Daratista Ungkap Kondisinya
- IRT di Inhu Mengaku Dibegal, Saat Diselidiki Polisi, Ternyata
- Mahasiswa Imbau Masyarakat Jangan Terprovokasi Hoaks di Medsos
- Akademisi Sebut Hoaks Hambat Perkembangan Generasi Indonesia Emas 2045
- Peringati Hari Pers Nasional, PWI dan PT IIM Kolaborasi Dukung Ketahanan Pangan
- Peringati Hari Pers Nasional, Wahana Gelar Servis Motor Honda Gratis