Tolong Riba
Oleh: Dahlan Iskan
Misalnya: Anda minta pinjaman ke bank. Dengan bunga 12 persen/tahun. Seseorang yang memahami keuangan tentu tahu: jenis usaha yang akan dibiayai haruslah mendapat keuntungan lebih 12 persen/tahun.
Dengan demikian masih ada laba setelah dipotong untuk membayar utang dan bunga.
Dalam hal demikian maka pinjaman dan bunga itu lebih cenderung masuk kategori ''tolong-menolong''. Anda minta tolong bank untuk memberi modal. Bank pun menolong Anda. Anda juga menolong bank untuk mendapatkan bunga. Usaha Anda lancar. Anda berkembang. Bank juga bertumbuh –lalu bisa menolong yang lain lagi.
Persoalan muncul ketika emosi berbicara: begitu Anda menerima banyak uang dari bank Anda pun menggunakan sebagian uang tersebut di luar yang sudah ditentukan. Misalnya untuk membeli mobil baru. Atau kawin lagi.
Akibatnya dana untuk usaha menjadi berkurang. Sebagian habis untuk membiayai emosi. Saya setuju kalau membayar bunga untuk memuaskan emosi seperti itu dikategorikan riba.
Pinjaman berbunga menjadi riba juga manakala si peminjam tidak tahu risiko akibat pinjaman berbunga itu.
Seorang peminjam berbunga harus tahu risikonya: termasuk risiko kehilangan jaminan bila mana gagal bayar.
Panjang sekali diskusi itu. Kami belum menemukan rumusan yang konkret. Sodiq sendiri belum akan pinjam uang bank dalam waktu dekat. Dia pernah punya. Pernah bermasalah. Bangkrut. Lalu bangkit lagi. Ketika bangkrut dia masih sangat muda. Mudah untuk bangkit kembali.
BUNGA pinjaman berapa persen yang tidak tergolong riba? Atau sekecil apa pun bunga pinjaman itu tetap riba?
- Peruri Perkuat UMKM untuk Go Global dengan Digital Entrepreneur Academy Level III
- Didukung Bea Cukai Malang, UMKM Ini Sukses Ekspor Jaket Keselamatan ke Singapura
- Dorong Digitalisasi Transaksi Pedagang, Bank Raya Gandeng Perumda Pasar Pakuan Jaya
- Bangsa Keturah
- Nano Sutiman
- Menparekraf Sandiaga Uno Dorong UMKM di Palembang Mendunia