Tony Abbott: Indonesia Pahami Kemarahan Australia

Perdana Menteri Tony Abbott menilai pernyataan Dubes Nadjib Riphat Kesoema terkait eksekusi duo Bali Nine, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang decent bisa memahami kemarahan Australia dalam kasus ini.
Sebelumnya Dubes Nadjib mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebutkan bahwa Indonesia bisa memahami pandangan yang dilontarkan pemerintah dan masyarakat Australia terkait pelaksanaan penegakan hukum dalam kasus terpidana mati Bali Nine.
Dalam pernyataannya, Tony Abbott menggunakan kata 'decent' untuk menyebut warga Indonesia. Dalam terjemahannya 'decent' berarti baik, sopan, atau terhormat.
Keluarga Andrew Chan tiba kembali di Sydney, Jumat (1/5/2015).
Dalam pernyataan itu Dubes Nadjib juga menyampaikan simpati masyarakat dan pemerintah Indonesia kepada keluarga dan kerabat kedua terpidana yang telah diekeskusi tersebut.
Menanggapi pernyataan ini, PM Abbott hari Jumat (1/5/2015) mengatakan meskipun marah terhadap pelaksanaan eksekusi namun ia percaya hubungan Australia dan Indonesia bisa dipulihkan kembali.
"Ini adalah isyarat bahwa orang-orang yang decent di Indonesia bisa menghargai kemarahan masyarakat Australia atas kematian yang tak perlu ini," paparnya.
"Selain itu, pernyataan ini mengisyaratkan bahwa hubungan yang baik dan kuat dengan Indonesia bisa dipulihkan kembali," tambah PM Abbott.
Perdana Menteri Tony Abbott menilai pernyataan Dubes Nadjib Riphat Kesoema terkait eksekusi duo Bali Nine, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
- Dunia Hari Ini: Vatikan Mengatakan Paus Fransiskus Masih dalam kondisi kritis
- Dunia Hari Ini: Ledakan Bus di Israel Diduga 'Serangan Teror'
- Pelajar di Luar Negeri Ikut Dukung Aksi 'Indonesia Gelap'
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Subianto Lantik 481 Kepala Daerah
- Dunia Hari Ini: Bus Terjun ke Jurang di Bolivia, 30 Orang Tewas
- Omon-Omon Pemangkasan Anggaran: Efisiensi yang Kontradiktif?