Tornado Turun karena Banyak Gay

Tornado Turun karena Banyak Gay
Tornado Turun karena Banyak Gay
Sebenarnya, problem kaum homoseksual tidak hanya soal pernikahan. Jauh sebelum isu pernikahan menjadi topik hangat masyarakat internasional, kaum gay dan lesbian sudah memperjuangkan hak mendasar mereka. Yakni, hak untuk mengungkapkan jati diri mereka secara terbuka dan mendapatkan pengakuan atas keunikan mereka tersebut.

 

April lalu Presiden AS Barack Obama menelepon Jason Collins, pemain basket NBA, hanya untuk memuji keberaniannya. Ya, atlet profesional itu mempertaruhkan seluruh reputasinya dan mengumumkan bahwa dirinya seorang gay. Aksi Obama tersebut memantik kontroversi. Kalangan konservatif pun langsung mengecam pemimpin 51 tahun tersebut.

”Kaum sayap kanan menganggap keberanian hanya dimiliki para pahlawan atau serdadu yang bertugas di medan perang. Mereka tidak menganggap keterbukaan kaum gay sebagai keberanian,” ungkap Scott Leffler, kolumnis pada Lockport Union-Sun & Journal, Jumat lalu (24/5). Padahal, kaum gay dan lesbian butuh nyali yang sangat besar untuk mengakui penyimpangan mereka.

”Menjadi gay memang tidak butuh keberanian. Itu tidak beda dengan menjadi kulit putih atau kulit hitam dan menjadi lelaki atau perempuan. Tapi, mengaku sebagai seorang gay atau lesbian di hadapan publik bukan perkara mudah,” lanjut Leffler. Begitu seseorang mengaku sebagai gay atau lesbian, reaksi publik akan sangat beragam. Dan, sebagian besar akan berupa reaksi negatif.

BANYAK negara mulai memperdebatkan pernikahan sejenis (same-sex marriage) dan pertautan sipil pasangan homoseksual (civil union) pada level pemerintahan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News