Tradisi Merawat Mayat di Toraja, Baju Diganti, Kopi Ditaruh
Bukan masalah melihat dari jarak dekat. Sebab, tak tercium bau mayat yang menyengat. Hanya, pengunjung tetap berhati-hati dengan memakai masker.
”Dia sudah meninggal lima tahun yang lalu,” ucap Tonapa sembari melakukan persiapan penggantian kain.
Pada Ma’nene terakhir, jasadnya belum di-Ma’nene-kan karena kondisinya masih baik. Kini kain putih di bagian dalam peti cokelat itu mulai berjamur.
Beberapa sentimeter bagian tutupnya juga lapuk dimakan rayap. Peti dengan potret Perjamuan Terakhir Yesus dan Murid-murid-Nya itu tidak lagi digunakan untuk mengistirahatkan jenazah keponakan Tonapa.
Sebagai gantinya, jenazah berjas hitam rapi dan berkacamata tersebut dibungkus dengan kain baru. Tonapa dan familinya telah menyiapkan kain baru. Kain yang digunakan tidak tampak seperti kain khusus dengan corak-corak lokal. Kain apa saja bisa dipakai. Lebih baik lagi bila kain itu punya kenangan dengan jenazah.
Alas terpal dan anyaman bambu dibeber. Kain-kain pelapis yang baru juga dibuka di atasnya. Jenazah sang keponakan lalu digotong dan diletakkan di tengah kain tersebut.
Semua pengunjung yang berdesakan berebut memotret atau sekadar melihat wajah jenazah. Badannya masih utuh, tapi sudah menghitam. Seperti mumi.
Setelah cukup lama memberikan kesempatan bagi mereka yang hidup untuk melihat, Tonapa dan keluarga lalu membungkus kembali jenazah mendiang Samuel.
Dalam tradisi merawat mayat di Toraja, keluarga juga memasukkan barang atau makanan kesukaan mendiang semasa hidup, kebanyakan sirih dan kopi, ke dalam liang.
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408