Transfer Caleg Jelang Final Piala Dunia
Oleh Dahlan Iskan
Pembicaraan mereka itu penuh dengan humor. Sesekali kami berdua ikut tertawa. Agar tidak tampak ganjil.
Tapi saya dan Ustaz Yusuf Mansyur lebih sering berbisik untuk topik lain. Seandainya masih ada minat politik, omongan mereka itu sungguh menarik.
Ada satu partai yang jadi pusat pembicaraan mereka. Yang hasil surveinya selama ini jeblok. Di bawah 2 persen. Tidak akan lolos masuk parlemen.
Hari itu baru saya tahu: ada batasan persentase empat persen untuk bisa masuk parlemen. Khas Indonesia, rupanya.
Saya juga baru tahu: Minggu malam itu adalah hari-hari menegangkan. Batas waktu pendaftaran calon anggota legislatif tinggal tiga hari.
Bisa terjadi saling geser posisi. Bisa saling tendang ke nomor sepatu–istilah untuk nomor urut terakhir. Tegang sekali, kata mereka. Saya sama sekali tidak tahu.
Saya pikir malam itu yang menegangkan hanya satu: final piala dunia. ?Bagian yang paling seru dari pembicaraan para politisi itu: bukan geser-menggeser calon di dalam satu partai. Tapi justru antarpartai.
Partai yang oleh para surveyor dinyatakan jeblok itu punya jalan pintar –eh, jalan pintas. Mencalonkan tokoh-tokoh dari partai lain. Yang sudah jadi tokoh. Yang perolehan suaranya dulu tinggi. Diminta pindah jadi calon partai tersebut. Sekarang ini.