Transpuan Makin Sulit Bertahan di Masa Pandemi, Keterbatasan Akses Jadi Faktor Utama
"Teman-teman ini kebanyakan meninggal dunia bukan karena COVID, tetapi lebih karena dampak enggak bisa memenuhi kebutuhan nutrisi dan makanan bergizi," kata Rully kepada ABC Indonesia.
Menurut Rully, banyak transpuan yang mengalami depresi dan penyakit penyerta lain, seperti serangan jantung dan stroke, yang dipicu oleh situasi ekonomi yang sulit.
Rully mencontohkan para transpuan yang berprofesi seperti pengamen, make up artist, atau pekerja di salon, mereka biasanya mendapat rata-rata Rp300.000 sampai Rp1.000.000 rupiah per bulan.
Tapi kini sebagian besar hanya bisa mengandalkan bantuan solidaritas untuk bisa hidup.
“Dulu kami masih bisalah bertahan dengan kondisi yang pas-pasan, tapi sejak pandemi ini memang susah, apalagi setelah lembaga donor juga enggak ada.”
Ia akhirnya berinisiatif membuka dompet donasi untuk para transpuan di Yogyakarta yang hasilnya disalurkan salah satunya kepada Jenny Mikha.
Donasi yang berhasil dikumpulkan oleh Rully dan rekan-rekannya adalah sebesar Rp146.147.161.
"Pengeluaran sampai hari ini ada sekitar Rp58 juta, dan kami ada saving Rp70 juta sebagai antisipasi dari hal-hal yang tidak diinginkan, terutama bila ada kematian atau pengurusan jenazah dan pemakaman" jelasnya.
Menurut Rully, ada 18 transpuan meninggal dunia di Yogyakarta pada masa pandemi COVID-19
- Dunia Hari Ini: Belgia Memberikan Perlindungan Hak Bagi Pekerja Seks
- Dunia Hari Ini: Mantan Menhan Israel Tuduh Negaranya Ingin Bersihkan Etnis Palestina
- Krisis yang Terabaikan, Kasus Keracunan Metanol di Indonesia Tertinggi se-Dunia
- Dikecam Gegara Berangkatkan Isa Zega Umrah, Sheila Saukia dan Suami Minta Maaf
- Dunia Hari Ini: Israel dan Hizbullah Saling Tuduh Melanggar Kesepakatan Gencatan Senjata
- Pilkada 2024 Diwarnai Dinasti Politik yang Meningkat dengan Partisipasi Warga yang Rendah