Traveling and Teaching: Lebih Mudah Persentasi di Depan Klien

Traveling and Teaching: Lebih Mudah Persentasi di Depan Klien
Traveling and Teaching: Lebih Mudah Persentasi di Depan Klien. Foto Zalzilatul Hikmia/Jawa Pos/JPNN.com

’’Kebetulan, saya senang bertemu anak-anak. Apalagi mereka masih lugu-lugu, polos,’’ ujarnya.

Belajar-mengajar pagi itu diakhiri dengan pembuatan pohon impian. Para siswa diminta menulis impian-impiannya, kemudian ditempelkan di gambar pohon yang telah dibuat. Tim pengajar berharap impian anak-anak itu akan terus dibaca dan menjadi motivasi untuk meraih impian.

’’Nanti kita tempel di dinding di kelas untuk hiasan. Mudah-mudahan anak-anak mau membacanya setiap waktu biar jadi motivasi untuk meraih cita-cita mereka,’’ ujar Rika.

Menurut Koordinator 1000_Guru Jemi Ngadiono, program traveling and teaching itu sebenarnya merupakan aksi ’’balas dendam’’ dirinya yang kurang beruntung saat sekolah. Dia kemudian berpikir untuk menciptakan cara belajar yang berbeda. Yakni, menyerap ilmu dari siapa pun. Dia percaya, setiap orang memiliki pengalaman atau ilmu yang bisa ditularkan kepada orang lain. Dari situlah dia kemudian mendirikan Komunitas 1000_Guru pada 22 Agustus 2002.

Pria kelahiran Lampung, 30 tahun lalu, tersebut memang tidak seberuntung teman-temannya yang lain. Orang tuanya yang hanya petani kecil membuat Jemi mengalami kesulitan saat bersekolah. Dia sering menjadi objek tertawaan teman-temannya ketika SD. Misalnya, lantaran tidak punya sepatu yang layak, dia ke sekolah memakai sepatu sepak bola yang sudah jebol di bagian depannya. Tapi, Jemi cuek dan tetap bersemangat belajar.

’’Saya dari keluarga kurang mampu. Tak ada biaya. Padahal, saya punya empat saudara yang juga harus bersekolah,’’ kenang pria lulusan D-3 broadcasting tersebut.

Meski begitu, sejarah hidup itu tidak pernah dia sesali. Dia percaya, itu adalah jalan Tuhan yang mendorong dirinya untuk mendirikan Komunitas 1000_Guru sehingga bisa membuat kegiatan yang membantu murid-murid tidak mampu di pelosok.

’’Meski kecil, diharapkan memberi manfaat,’’ kata anak pasangan Jamari (almarhum) dan Suwarti itu.

Awalnya, pertemuan guru dari kota dengan para siswa dari desa terpencil itu terlihat kaku. Para siswa hanya diam, sedangkan si guru juga sulit mencairkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News