Tren Asrama Anak-Anak Balita di Tiongkok

Banyak yang Suka, tapi Dianggap sebagai Fenomena Brutal

Tren Asrama Anak-Anak Balita di Tiongkok
Tren Asrama Anak-Anak Balita di Tiongkok

TIONGKOK harus menyerah pada modernitas. Keluarga-keluarga muda di Negeri Panda itu takluk pada tuntutan zaman yang menggerus tradisi sayang anak dan hormat orang tua. Kini mengasramakan buah hati menjadi tren. Bahkan, sejak usia tiga tahun, anak-anak terpaksa berpisah dengan orang tua mereka lima hari dalam sepekan.
---------

 "SELAMAT tinggal, Mama dan Papa," ujar Kelly Jiang sambil berlari meninggalkan orang tuanya di koridor asrama. Senin lalu (4/11) sama seperti Senin-Senin sebelumnya, bocah empat tahun itu harus kembali ke sekolah asramanya. Dia bertemu dengan orang tuanya lagi pada Jumat petang nanti. Rutinitas tersebut terjadi selama setahun sejak gadis periang itu berusia tiga tahun.

Setiap Senin pagi Kelly selalu tampak bersemangat kembali ke asrama yang akan "memerangkapnya" lima hari. Bahkan, setelah mengucapkan selamat tinggal kepada orang tuanya, tidak sekalipun dirinya menoleh ke belakang. Dia terlalu sibuk berlari mengejar teman-temannya yang lebih dulu tiba di salah satu sekolah asrama yang terletak di Kota Shanghai tersebut.
 
Adegan yang dialami Kelly dan orang tuanya pada Senin pagi itu juga tercipta di berbagai wilayah Tiongkok lainnya. Sebab, sekolah asrama jenjang kelompok bermain (KB) dan taman kanak-kanak (TK) tersebut mulai menjamur.

Bukan hanya di kota-kota besar, sekolah asrama seperti itu juga terdapat di kawasan pinggiran Negeri Tembok Besar tersebut. Konon jumlah sekolah asrama untuk balita di Tiongkok sudah mencapai ribuan.
 
Sejak Senin pagi hingga Jumat petang, puluhan ribu balita Tiongkok "terjebak" di sekolah-sekolah asrama. Setelah belajar dan bermain bersama, bocah-bocah belia itu beraktivitas "rumahan" bersama teman-teman sekelas dan gurunya. Mulai makan, mandi, hingga tidur. Tidak ada orang tua yang mendampingi mereka bermain atau belajar dan menonton televisi. Hanya ada teman-teman dan guru.
 
Sebelumnya, tradisi Tiongkok yang kental dengan nilai kekeluargaan tidak pernah mengenal sistem asrama bagi balita. Dulu bocah-bocah belia itu tumbuh besar dalam asuhan orang tua dan kakek-nenek mereka. Bukan guru atau ibu asrama.

Tetapi, zaman yang semakin modern menuntut orang tua masa kini menjadikan anak mereka mandiri. Bahkan, mereka berusaha membangun kemandirian tersebut sejak dini.
 
"Sebagian orang tua menganggap sekolah asrama sebagai lembaga yang tepat bagi anak-anak mereka. Sebab, anak-anak bisa belajar mandiri sejak belia," kata Xu Jing, kepala sekolah eksekutif TK Kangqiao yang bernaung di bawah China Welfare Institute (CWI) Shanghai, kepada BBC. Tidak hanya mandiri dalam belajar, tetapi mereka juga beraktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi.
 
Alasan lain yang membuat orang tua masa kini mengasramakan anak mereka adalah kesibukan. Saking sibuknya dengan pekerjaan mereka, orang tua masa kini tidak punya waktu untuk mengasuh anaknya. Bahkan sekadar untuk mendampingi anak menonton televisi. Apalagi memeriksa pekerjaan rumah anak atau mendengarkan celoteh mereka.
 
Selain dua alasan tersebut, menurut Xu, kebijakan satu anak pemerintah menjadi salah satu faktor tumbuh suburnya sekolah asrama. "Sampai saat ini banyak kakek-nenek yang tinggal serumah dengan anak dan cucu mereka. Sering kali ada dua kakek dan dua nenek di dalam satu keluarga yang hanya punya seorang anak. Karena itu, kecenderungan mereka memanjakan sang cucu sangat tinggi," paparnya.
 
Lantaran tidak mau satu-satunya anak mereka menjadi bocah manja yang tidak mandiri, para orang tua akhirnya memilih mengasramakan buah hatinya. Itulah yang juga menjadi alasan Jamie, ayah Kelly, memasukkan putri tunggalnya ke sekolah asrama. "Saya rasa, dalam dunia yang semakin global ini, cepat atau lambat, putri kami akan meninggalkan rumah. Karena itu, kami mempersiapkannya sedari dini," ungkapnya.
 
Awalnya sekolah asrama jenjang TK didirikan sebagai wadah untuk menampung anak-anak yatim piatu korban perang. Kini mereka yang menitipkan putra-putrinya di sekolah asrama usia dini bukanlah kaum papa. Mereka adalah kalangan pebisnis dan orang tua yang berkiblat pada modernitas. Buktinya, tiap Jumat petang halaman parkir sekolah-sekolah asrama usia dini itu disesaki mobil mewah seperti Audi dan Mercedes.
 
Psikolog Han Mei Ling menentang keras tren orang tua masa kini Tiongkok tersebut. Menurut dia, sekolah asrama usia dini tidak selalu berdampak baik bagi generasi muda. Buktinya, mereka yang dulu menghuni asrama sejak usia TK menyatakan kesal dengan pola asuh pilihan orang tua. Salah satunya, Wang Danwei yang kini berprofesi sebagai model. "Saya tidak pernah suka asrama," katanya.
 
Han menyebut gaya hidup orang tua masa kini Tiongkok tersebut sebagai fenomena brutal.

"Anak-anak itu merasa terbuang dan tersisih. Mereka berusaha menjadi mandiri agar bisa memosisikan diri dengan baik dalam masyarakat modern. Tapi, mereka tidak pernah tahu cara memosisikan diri dalam keluarga. Kemandirian itu sebenarnya hanya ada dalam pikiran para orang tua. Ini kejam," tegasnya. (BBC/hep/c14/dos)

 


TIONGKOK harus menyerah pada modernitas. Keluarga-keluarga muda di Negeri Panda itu takluk pada tuntutan zaman yang menggerus tradisi sayang anak


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News