Trio Kalayang
Oleh: Dahlan Iskan
Malam itu saya tidak mau ada acara tambahan di Yogya. Saya ingin konsentrasi membaca novel. Tebal. Kiriman John Mohn dari Kansas. Itu novel kedua yang ia tulis.
Novel pertamanya bagus sekali: tentang masa mudanya. Saat bergabung di militer. Cedera. Tidak jadi dikirim ke Vietnam. Lalu ditugaskan sebagai Polisi Militer Amerika di Jerman.
Pulang ke Kansas ia tidak punya rumah. Ia tinggal di dalam mobil di pinggir sungai. Berbulan-bulan. Ekonomi pedalaman Amerika menurun saat itu.
Novel keduanya ini tentang perjalanannya ke berbagai koran daerah di Indonesia. Mengajar jurnalistik, fotografi, dan layout di berbagai koran grup Jawa Pos. Sambil menanamkan benih-benih kebebasan pers di zaman otoriter Orde Baru. Sampai runtuhnya Presiden Soeharto.
Pelaku utama di novel itu: bos harian Pos Pagi. Namanya Imam. Tentu itu novel. Fiksi. Tetapi saya merasa ada di situ sebagai Imam. Kian lama membacanya kian seru ceritanya. Di novel itu.
Di kereta itulah saya mulai membacanya. Kereta bandara itu populer sekali. Kalau siang. Penuh. Murah: Rp 20.000. Banyak penumpang yang membeli karcis di dua jam yang berbeda.
Kalau pesawat tiba terlambat masih tetap bisa naik kereta berikutnya. Toh dua karcis hanya Rp 40.000.
Memang kereta ini berisik: bermesin diesel. Tetapi tiba di bandara tepat waktu. Tepat pula lokasi stasiunnya: benar-benar di dalam bandara.