Tsamara

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Tsamara
Tsamara Amany. Foto: dokumen JPNN.Com

PSI belum bisa menunjukkan kapasitas sebagai partai kader yang mampu melahirkan politis-politisi muda nasionalis yang intelektual dan berwawasan global.

Dengan memakai nama PSI tentu diharapkan ada ‘’tabaruk’’ mencari berkah dari Partai Sosialis Indonesia yang didirikan oleh Sutan Sjahrir semasa perjuangan kemerdekaan. 

Sejak awal, Sjahrir sudah menunjukkan kapasitas intelektual yang mumpuni yang bisa menyaingi kapasitas intelektual Soekarno dan Hatta. 

PSI menjadi partai kader yang kecil, tetapi sangat berbiwaba dan menempatan diri sebagai antitesis terhadap garis perjuangan Soekarno dan Hatta yang kompromistis.

Sjahrir memilih jalur perjuangan non-kompromi terhadap Jepang, dan dengan demikian berseberangan dengan Soekarno-Hatta yang berkolaborasi dengan Jepang, sehingga disebut sebagai kolaborator. 

Sjahrir konsisten dengan sikapnya yang non-kolaboratif terhadap penjajah. Kualitas Sjahrir sebagai pemimpin partai kader bawah tanah membuat Soekarno tidak punya pilihan lain kecuali berbagi kekuasaan dengan Sjahrir dengan mengangkatnya sebagai perdana menteri pada November 1945.

Sekarang lahir PSI baru. Namanya saja yang mirip, tetapi bukan reinkarnasi dari PSI lama. 

Politisi-politisi muda PSI baru tidak menunjukkan kapasitas intelektual ala Sjahrir yang teguh dan konsisten menempuh jalan perjuangan pengaderan intelektual yang sunyi.

Sebagai anak muda milenial yang punya kapasitas intelektual besar Tsamara tidak menemukan lahan yang cukup subur untuk berkembang di PSI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News