Tsinghua Lutfiya
Oleh: Dahlan Iskan
Selesai seminar Tuan Guru Bajang mendekati Lutfiya. "Saya pikir saya akan dimarahi," ujar Lutfiya. "Ternyata beliau memegang kepala saya sambil membisikkan," tambahnyi.
Tuan Guri Bajang adalah ulama besar. Ia doktor ilmu tafsir Quran dari Al Azhar University Mesir, hafal Quran dan ketua tertinggi organisasi keagamaan terbesar di Lombok: Nahdlatul Wathan.
"Baiknya Lutfiya balik ke Lombok. Mengabdi ke daerah. Biar tahu sulitnya membangun daerah seperti NTB," ujar Lutfiya menirukan kata-kata Tuan Guru.
Kata-kata itu menancap ke sanubarinyi. Apalagi diucapkan dalam posisi tangan TGB memegang kepala Lutfiya. "Di Lombok kami percaya tangan ulama di kepala seperti itu sama dengan restu. Saya pun bertekad pulang ke Lombok," ujar Lutfiya.
Dia meninggalkan pekerjaan yang diinginkannyi. Dia tinggalkan gaji Rp 7 juta. Dia menjadi staf biasa di kantor wakil gubernur NTB: Sitti Rohmi Djalilah. Sang wagub adalah adik kandung Tuan Guru sendiri. Gaji Lutfiya Rp 1,5 juta.
Di dunia nyata ini Lutfiya menjalani kuliah yang sebenarnya. Bagaimana sulitnya menjalankan program, mengoordinasikan berbagai instansi, dan lambatnya pengambilan keputusan.
Yang utama, Lutfiya jadi tahu: banyak orang yang kelihatannya baik, membela rakyat, idealis, kenyataannya ternyata justru sebaliknya.
Lutfiya jalani semua itu. Dengan integritas tinggi. Pun sampai dimusuhi banyak pihak. Dia pernah ditawari komisi Rp 140 juta. Dia tolak.