Tugas Berburu Boy 25 Sampai Lafayette
Oleh Dahlan Iskan
jpnn.com - SAYA lagi mampir Paris dua hari. Dalam perjalanan pulang dari Kolombia dan Meksiko. Tidak ada tujuan apa-apa. Tumben.
Mungkin karena sudah 7 tahun saya tidak ke Paris. Sejak terlibat di pemerintahan dulu. Kangen. Mungkin juga karena ternyata selama ini saya tidak benar-benar tahu Paris.
Dulu, ketika masih sering ke Prancis, saya selalu hanya menjadikan Paris tempat lewat. Begitu mendarat di Paris, saya langsung menuju lokasi-lokasi pabrik kertas. Atau lokasi pabrik yang membuat pabrik kertas. Yang biasanya berlokasi di pelosok-pelosok desa: Lille, Normandi, Grenoble, dan seterusnya. Tiba kembali di Paris tengah malam. Tidur. Pukul 5 pagi ke pelosok lagi. Waktu itu saya memang lagi mau membangun pabrik kertas koran.
Beberapa tahun kemudian, saya sering ke Prancis lagi. Tapi juga ke pelosok-pelosok. Ke pembangkit-pembangkit listrik. Yakni, untuk persiapan membangun pembangkit listrik di sebelah pabrik kertas di Gresik.
Baru kali ini saya tahu bahwa Paris itu ternyata seperti dibilang banyak orang: cantik. Pakai "sekali".
Mendengar saya lagi di Paris, anak wedok saya bermanja: minta dibelikan tas Chanel. Saya pernah mendengar merek tas mahal Chanel, tapi terus terang saya tidak tahu seluk-beluknya. Istri saya tidak pernah bermanja seperti itu.
Karena itu, agar tidak salah, saya minta diberi petunjuk yang terperinci. Putri saya pun mengirimkan foto-fotonya: muka, belakang, atas, bawah, jarak jauh, dan jarak dekat. Mungkin diambil dari internet. Dia pun menyebut jenisnya: Chanel Boy 25. Seumur-umur baru sekali ini saya mendengar tas dengan nama seperti judul film itu.