Tugas Berburu Boy 25 Sampai Lafayette
Oleh Dahlan Iskan
Saya pun begitu gembira ketika dapat giliran masuk. Saya berniat dengan semangat 45 akan membelikan pula istri saya. Kalau putri saya minta Boy 25, saya akan buat kejutan untuk istri saya: Boy 28. Ini saya rahasiakan dari anak saya. Juga tidak saya bocorkan kepada istri.
Dengan gegap gempita (dalam hati), sampailah saya di ruangan yang memajang tas. Pesss. Kempes. Hati saya pun seperti es krim jatuh dari cable car: kecewa. Boy 25 habis. Demikian juga Boy 28.
Saya belum menyerah. Ada info bahwa di mal terkenal itu, Galeries Lafayette, mungkin ada. Saya pun ke sana. Sekalian ingin ke gedung concert nasional untuk nonton orkestra. Ampun! Manusia berjubel di Lafayette. Mana itu krisis ekonomi?
Di sini pun untuk masuk ke toko Chanel harus antre! Saya amati beberapa orang yang ingin langsung masuk ditolak. Kelihatannya pengunjung dari Tiongkok. Harus antre.
Dari yang antre saat ini (Selasa, 27 Oktober 2015 pukul 16.00), saya lihat 50 persennya turis dari Tiongkok. Yang di depan saya pasangan muda dari Sichuan. Yang di belakang saya pasangan muda dari Wuhan. Saya mengenal baik dua daerah itu. Sambil antre, saya berbincang dalam bahasa Mandarin dengan mereka. Kian banyak saja orang kaya di Tiongkok.
Begitu antrean saya tiba paling depan, petugas bertanya: Tujuannya beli apa? Saya tidak tersinggung. Pasti bukan karena saya hanya pakai kaus dan sepatu kets. Terbukti semua ditanya seperti itu.
Ketika saya jawab bahwa saya akan beli Boy 25, dia langsung berkata: Habis. Boy 28? Juga habis.
Saat itu di Indonesia sudah tengah malam. Putri saya masih on. Tapi, begitu mendapat berita duka tersebut, dia langsung kirim WA: Ya sudah, saya tidur saja.