Tujuh Pengadilan Tipikor Terancam

Akibat Rekrutmen Hakim Ad Hoc Terganjal Dana

Tujuh Pengadilan Tipikor Terancam
Tujuh Pengadilan Tipikor Terancam
MA, kata Hatta, tak bisa berbuat apa-apa. Sebab, tanpa dana, MA tak bisa tombok atau mengalihkan pos anggaran lain untuk rekrutmen. "Sistem anggaran tidak gampang. Tidak bisa seenaknya saja sistem anggaran ini di-switch ke anggaran ini. Apakah Anda mau yang disidangkan MA (kasus) korupsi semua," katanya.

Lantas, apa yang akan dilakukan MA untuk mengatasi itu? "Apa boleh buat, kami sementara diam saja menunggu bagaimana reaksi pemerintah," ujarnya enteng. Pemerintah, kata Hatta, pernah menyatakan bahwa tidak ada masalah soal anggaran. Namun, saat ditagih, dana itu belum ada.

Kata Hatta, SDM hakim ad hoc saat ini hanya cukup untuk bertugas di tiga hingga empat Pengadilan Tipikor. Bisa jadi, akan ada hakim yang merangkap di provinsi ketiga dan keempat. Itu, mau tidak mau, harus dilakukan karena keterbatasan SDM. Padahal, kata Hatta, Undang-Undang Pengadilan Tipikor memerintahkan pembentukan itu rampung dalam dua tahun. Dengan kondisi seperti ini, target itu bakal susah dipenuhi. MA, kata dia, hanya bisa berusaha agar bisa tuntas tepat waktu. Soal anggaran bukan urusan MA.

Karena itu, MA akan mengembalikan persoalan ini ke pemerintah dan DPR RI yang merupakan penyusun UU itu. "MA tak akan meminta revisi UU atau perppu (peraturan pengganti undang-undang, Red.). Kami kembalikan saja. MA kan hanya user," katanya.(aga)

JAKARTA -- Tujuh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terancam kekurangan tenaga hakim ad hoc. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) belum bisa menggelar


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News