Tunjangan Guru Dipotong-potong Pemda

Tunjangan Guru Dipotong-potong Pemda
Prof. Dr. H Haryono Umar. Foto: Ade Sinuhaji/JPNN
Sistem UU otonomi harus diubah, UU 32 tahun 2004 mengatakan bahwa ada fungsi-fungsi yang diserahkan ke daerah, salah satunya fungsi pendidikan. Nah di anggaran keuangann negara itu ada yang namanya money follow function, fungsinya sudah pindah ke daerah, maka uangnya ikut pindah. Seharusnya kalau uang ikut pindah ke daerah, harus diikuti dengan pengawasan dengan sistem yang kuat. Nah ini yang tidak diikuti, sehingga terjadilah seperti sekarang ini.

Jadi kalau mau ini tidak terus menerus seperti ini, kita kembalikan lagi seperti dulu, bahwa guru tidak termasuk dalam bagian yang didesentralisasi, dia kembali ke sentralisasi. Karena ternyata kepangkatannya masih ada yang di sini (pusat), gaji, tunjangan, ditambah lagi dari porsi anggaran Kemdikbud. Belum lagi masalah politik, kasihan guru diikutkan dalam masalah politik, guru harus betul-betul bebas dari masalah politik

Sekarang kan UU otonomi daerah sedang direvisi nih, dalam proses, itu harus betul-betul diyakinkan bahwa pendidikan terutama guru tidak termasuk yang diotonomikan untuk menjaga indepensi para guru, kesambungan karir dan kesejahteraan guru. Kalau seperti ini kan kasihan guru diombang ambingkan, dia tidak patuh pada pemerintah daerah dikucilkan, dihambat kenaikan pangkatnya, akibatnya ada di satu tempat kelebihan guru ada yang kekurangan guru. Jadi otonomi daerah itu bagus tapi ada yang tidak bagusnya, terutama untuk guru.

Jadi Itjen memandang bahwa guru tidak dimasukkan dalam desentralisasi otonomi?

SELAMA ini hanya menjadi semacam rumors. Tapi kali ini, isu pengendapan dana Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) mencuat disertai data. Rekap data dari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News