Tuntutan Jaksa Dinilai Abaikan Fakta Persidangan

Tuntutan Jaksa Dinilai Abaikan Fakta Persidangan
Tuntutan Jaksa Dinilai Abaikan Fakta Persidangan

Pada persidangan, Jumat (24/5/2013) lalu, salah seorang ahli bioremediasi bernama Sri Haryati Suhardi mengatakan, bahwa tenggat waktu 14 hari tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan proses bioremediasi. Penegasan ahli bioremediasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu bertolak belakang dengan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

 

Keterangan ahli bioremediasi tersebut menyanggah dakwaan JPU yang mematok waktu 14 hari untuk menentukan berhasil tidaknya proses bioremediasi. Dalam dakwaan disebutkan, karena tidak terjadi penurunan TPH dalam 14 hari dan tidak ada mikroorganisme pendegradasi minyak, proses bioremediasi dinyatakan nihil. “Empat belas hari bukan acuan, karena tingkat keberhasilan diizinkan hingga 8 bulan,” kata Sri Haryati yang bersaksi untuk terdakwa Koordinator Tim Environmental Issues Seatlement SLS Minas PT Chevron, Kukuh Kertasafari.

 

Dia menjelaskan, 14 hari merupakan waktu bagi mikroba bekerja mendegradasi limbah minyak pada tanah tercemar. Kepmen nomor 128 tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi, juga tidak mengatur batas minimal proses bioremediasi. “Dalam prakteknya, maksimumnya 8 bulan,” ujarnya.

 

Menurut Sri Haryati, Kepmen nomor 128 thun 2003, mewajibkan pemeriksaan persentase kandungan minyak mentah pada tanah tercemar atau Total Petroleum Hydrocarbon per dua pekan. Pengecekan minimal dilakukan 3 kali untuk melihat konsistensi hasil uji. “Kalau TPH sudah di bawah 1 persen, kita bisa nyatakan bioproses bisa dihentikan,” ujarnya.

JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak memertimbangkan sejumlah fakta persidangan, sehingga menuntut terdakwa Kukuh Kertasafari 5 tahun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News