TV Jaringan Dukung Demokratisasi, Tapi Bebani Swasta
Rabu, 17 Februari 2010 – 17:30 WIB
JAKARTA - Konsep televisi berjaringan mendapat tanggapan yang positif. Adanya sistem ini, dipandang mendukung demokratisasi penyiaran di Indonesia. Namun begitu, dianggap masih terdapat kelemahan dalam sistem tersebut.
Pengurus Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, Uni Lubis, dalam diskusi terbuka "Sewindu UU Penyiaran", Rabu (17/2), di Jakarta, mengatakan bahwa konsep stasiun berjaringan ini dalam pelaksanaannya membebani industri televisi swasta. "Dulu televisi swasta semua lokal. Lalu ada aturan yang mengharuskan siaran nasional. Setelah dibangun siaran nasional, lalu muncul UU Penyiaran yang melarang siaran nasional," katanya.
Baca Juga:
Namun, menurut Uni Lubis pula, televisi swasta sebenarnya tidak kesulitan dalam mengembangkan konten siaran lokal. Uni justru mempertanyakan cakupan muatan lokal yang sampai saat ini belum selesai dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Menanggapi hal ini, Komisioner Komite Penyiaran Indonesia (KPI) Bimo Nugroho menyatakan, telah diatur khusus regulasi untuk hal tersebut. "KPI telah merampungkan kriteria tentang muatan lokal tersebut pada akhir 2009," jelasnya, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Maksi (Masyarakat Komunikasi dan Informasi) itu.
JAKARTA - Konsep televisi berjaringan mendapat tanggapan yang positif. Adanya sistem ini, dipandang mendukung demokratisasi penyiaran di Indonesia.
BERITA TERKAIT
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan
- Amplop Berlogo Rohidin Mersyah-Meriani Ikut Disita KPK, Alamak
- Tersangka Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan Bakal Dijerat Pasal Berlapis
- Waket Komisi VIII DPR-LDII Ingatkan Persoalan Kebangsaan Hadapi Tantangan Berat
- Dugaan Plagiarisme di Bawah Sumpah Ahli Kejagung, Tom Lembong Disebut Diuntungkan