Ulang Pantun
Oleh: Dahlan Iskan
jpnn.com - DISWAY setahun terakhir diwarnai oleh pantun. Anda sudah tahu: pemicunya pembaca kita yang bernama Thamrin Dahlan.
Awalnya bertepuk sebelah tangan: tidak ada yang menghiraukan. Mungkin karena pantunnya sarat dengan nasihat.
Pak Thamrin tidak putus asa. Ia terus saja berpantun. Sampai kemudian ada yang ”menegur”: mana pantunnya. Rupanya hari itu Pak Thamrin berkomentar tanpa pantun.
Berarti pantun Pak Thamrin sebenarnya tidak diabaikan. Sampai pada suatu saat muncul Aryo Mbediun: sekali muncul, muncul sekali ¬--sangat muncul. Mulailah terjadi variasi: muncul pantun jenaka, pantun pasemon, pantun rayuan, pantun cinta, dan pantun plesetan.
Tentu saya juga sering berpantun: kalau lagi pidato di Riau dan Riau Kepulauan. Di sana hidup penuh dengan pantun. Ibarat ikan dan air, pantun adalah air bagi manusia Melayu.
Dan Riau adalah pusat Melayunya Indonesia. Pada zaman kejayaan Melayu, Singapura itu adalah salah satu kabupaten kerajaan Riau. Demikian juga Johor, Negeri Sembilan, Melaka, pun sampai ke Selangor.
Untuk budaya Melayu ini saya selalu berkibar ke satu nama: Rida K. Liamsi. Ia sastrawan Melayu yang istimewa di mata saya.
Waktu saya angkat menjadi direktur utama Riau Pos pun hidupnya terus diabdikan untuk budaya Melayu.