Umat Katolik Berharap Pemilu 2024 Berjalan Tanpa Ujaran Kebencian
Dalam melihat kemungkinan adanya penyebaran berita bohong dan hoaks, sebanyak 38,5 persen responden menyatakan mungkin terjadi dan sejumlah 38,1 persen menyatakan sangat mungkin terjadi.
"Terkait ujaran kebencian juga terdapat prosentase yang cukup tinggi, sebesar 30,5 persen menilai sangat mungkin terjadi ujaran kebecian," jelas Irene.
"Serta sejumlah 32,5 persen lainnya menyatakan mungkin terjadinya ujaran kebencian."
Menurut Irene, proses politik yang melahirkan polaritas sebagai dampak marketing politik para kandidat telah membuat luka dan trauma politik pada kelompok minoritas, seperti komunitas umat katolik di DKI Jakarta.
Polarisasi tersebut merupakan strategi marketing politik yang sengaja dilakukan oleh masing-masing pihak.
Menurut Irene, pembelahan tersebut perlu dilakukan untuk membuat jarak pembeda antarkandidat, sehingga pemilih mampu terbentuk loyalitas yang kuat.
Strategi marketing tersebut dilakukan untuk memastikan adanya Brand Differentiation dan Brand Loyalty dari masing-masing kandidat.
"Makin tinggi brand differentiation dan brand loyalty pada masing-masing kandidat maka potensi untuk mendapatkan pemilih yang loyal semakin tinggi," imbuh dia.
Komunitas umat Katolik berharap Pemilu 2024 bisa berjalan lancar, aman, dan jauh dari ujaran kebencian.
- Rommy Minta Pengurus Partai Tobat, Wasekjen PPP Bereaksi Begini
- Hadiri HUT ke-60 Golkar, Bamsoet Apresiasi Prabowo Dukung Perubahan Sistem Demokrasi
- Mardiono: Kader PPP Menyalahkan Kekurangan Logistik Pas Kalah Pemilu 2024
- Bawaslu Minta Setop Penyebaran Hoaks dan Ujaran Kebencian Terkait Pilkada Serentak
- Denny Sumargo Beberkan Alasan Satroni Rumah Farhat Abbas, Khawatir Keselamatan Istri
- Ini Alasan Denny Sumargo Nekat Datangi Rumah Farhat Abbas, Oh Ternyata