UN Berbasis Komputer? Akses Internet Saja Susah
Hal tersebut diutarakan anggota Komisi IV DPRD Kaltim Muhammad Adam. Politikus Partai Hanura itu mengatakan, sejak pertama kali diterapkan pada 2015 dengan sistem pilot project (percontohan), UNBK berlangsung baik dan sukses di Kaltim.
Jadi, pemerintah berupaya maksimal untuk meningkatkan jumlah penyelenggaranya. Namun, seiring waktu sekolah yang ditunjuk terkesan dipaksakan. Yakni, tidak memenuhi syarat minimal sarana dan prasarana.
“Pada 2016, di Samarinda saat menggelar UNBK mati lampu. Genset tidak kuat. Tunggu nyala. Akhirnya, ujian berlangsung sampai malam,” sebut Adam, seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Dia menyampaikan, dari berbagai laporan, banyak fasilitas sekolah yang masih minim untuk menggelar UNBK. Setiap sekolah misalnya, jumlah siswa mencapai 400.
Sementara itu, fasilitas internet hanya 30–40 unit. Itu pun hanya sekolah yang ada di kota. Di daerah pinggir, jumlahnya lebih minim lagi.
Dia mengatakan, sebagai penyelenggara UNBK, sekolah mesti memastikan semua syarat minimal terpenuhi.
Terutama akses dan kecepatan internet yang terpasang. Sebab, sedikit saja timbul gangguan, berakibat konsentrasi siswa terganggu.
Apalagi, di Kaltim, terang dia, akses internet di kabupaten/kota, khususnya daerah pinggiran yang melaksanakan UNBK masih belum memadai.
Pelaksaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) di Kaltim masih terkendala jumlah komputer yang sangat terbatas.
- Sekolah & Kampus Bisa PTM 100 Persen, Perhatikan 5 Ketentuan Ini
- Bangkit Pulihkan Negeri untuk Indonesia Maju
- Masukan untuk Mas Nadiem dari UMJ dan Komisi X DPR
- Pengamat: Guru di Indonesia Antikritik, Maunya Gaji Besar, Kualitas Rendah
- Tiga UU Pendidikan Dinilai Sudah Ketinggalan Zaman
- Papua dan Papua Barat Kekurangan 700 Dosen PTS