Undang-Undang Fintech Belum Urgen
jpnn.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka pintu selebar-lebarnya terhadap diskusi agar semua produk di sektor keuangan, termasuk financial technology (fintech), punya aturan dan koridor yang jelas.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mempersilakan DPR mengkaji pembuatan undang-undang (UU) tentang fintech.
Menurut dia, perlindungan konsumen menjadi hal yang paling penting. Pihaknya meminta penyedia jasa keuangan mempertimbangkan kaidah-kaidah perlindungan konsumen, transparansi, dan etika.
’’Kami sepakat agar semua fintech provider berjanji melaksanakan kaidah itu,’’ kata Wimboh, Rabu (3/4).
Wimboh menuturkan, fintech tidak boleh merugikan nasabah. Fintech juga harus memperhatikan etika penagihan sesuai dengan kode etik yang telah disepakati bersama.
Selain itu, sistem bisnisnya tidak boleh jangka pendek, tetapi harus jangka panjang. Seluruh fintech yang terdaftar sudah sepakat menerapkan kaidah-kaidah tersebut.
Jika kaidah itu tidak dipatuhi, sambung Wimboh, OJK akan memberikan sanksi.
’’Sanksi paling berat adalah platformnya dicabut,’’ tegas Wimboh.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka pintu selebar-lebarnya terhadap diskusi agar semua produk di sektor keuangan, termasuk financial technology (fintech), punya aturan dan koridor yang jelas.
- OJK: Hadirnya PP 47/2024 Berdampak Positif Bagi Keberlangsungan UMKM ke Depan
- Prudential Indonesia Berdayakan Lebih dari 20 Juta Perempuan Cerdas Kelola Keuangan
- Kasus Pemilik Saham BPR Fianka Cairkan Deposito Nasabah, OJK Riau Bergerak
- ISACA Indonesia Dorong Penguatan Keamanan Digital dan Tata Kelola Teknologi
- Uang Nasabah BPR Fianka Hilang, OJK Diminta Tidak Abai
- PrismaLink & UNDIRA Kolaborasi Mempermudah Akses Pembayaran Mahasiswa