Untuk Isi Kekurangan Pekerja di Australia, Mahasiswa Internasional Diperbolehkan Kerja Lebih Banyak
Namun, Oscar mengatakan mahasiswa internasional sudah menghabiskan sekitar 40 jam seminggu di universitas, menghadiri kuliah, tutorial dan mengerjakan tugas.
Dia mengatakan menggabungkan beban kerja yang lebih besar pada siswa internasional untuk mengisi kekurangan pekerja akan memberi tekanan tambahan pada siswa yang sudah berusaha memenuhi tenggat waktu universitas.
"Pertanyaan terbesarnya adalah, mahasiswa internasional datang ke sini untuk belajar, jadi jika Anda meminta mereka untuk sepenuhnya bekerja sebagai pekerja terampil, haruskah mereka mendapatkan visa yang berbeda daripada visa pelajar?"
Ia mengatakan mahasiswa internasional, terutama mahasiswa baru yang baru tiba di Australia baru-baru ini, mungkin juga tidak menyadari perubahan aturan dan persyaratan belajar.
"Saya pikir ini situasi yang sangat berbahaya bagi mereka karena mereka tidak akan mendapatkan saran yang benar," katanya.
Menurut Oscar, membuat siswa internasional bekerja lebih banyak dapat menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi terkena COVID-19.
"Lalu siapa yang akan bertanggung jawab untuk merawat mereka, jika siswa internasional jatuh sakit?"
Artikel ini juga tersedia dalam bahasa Inggris dan bisa dibaca di sini.
Sejumlah mahasiswa asal Indonesia menyambut baik rencana Pemerintah Australia yang melonggarkan pembatasan jam kerja bagi mereka untuk mengisi kurangnya tenaga kerja
- Dunia Hari Ini: Menang Pilpres, Donald Trump Lolos dari Jerat Hukum
- Bank Mandiri Bersama 3 BUMN Salurkan Bantuan bagi Putra Putri TNI & Polri
- Mahasiswa Minta Masyarakat Tolak Praktik Politik Uang pada Pilkada Serentak 2024
- BTN Gelar Ajang Kompetisi Housingpreneur, Total Hadiah Rp 1 Miliar
- Bank Indonesia & dibimbing.id Kolaborasi Melatih 300 Mahasiwa Mahir Digital Marketing
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata