Untuk Tim Khusus Kejaksaan, Apakah Langkah Baru Penegakan HAM?
Oleh: Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum (Anggota DPD RI Provinsi Papua Barat)
jpnn.com - Sejalan dengan arahan Presiden, maka pada 30 Desember 2020, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melantik Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat (Timsus HAM) yang beranggotakan 18 orang jaksa.
Timsus HAM ini diketuai oleh Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi. Wakil Ketua Timsus HAM adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono. Sekretarisnya adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Raja Nafrizal, Koordinator Timsus HAM adalah Direktur Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Yuspar, serta tujuh Ketua Tim.
Pembentukan Timsus HAM ini merupakan upaya Kejaksaan untuk mempercepat penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat, sekaligus menjadi aktualisasi komitmen Kejaksaan dalam menegakkan HAM.
Tugas Timsus HAM selanjutnya adalah menginventarisasi, mengidentifikasi, dan memitigasi berbagai permasalahan terkait penegakan HAM berat sekaligus memberikan rekomendasi penuntasan kasus pelanggaran HAM berat.
Apa yang dilakukan Pemerintah melalui institusi Kejaksaan ini layak diapresiasi. Namun demikian, pertanyaan mendasar ialah apakah Tim Khusus ini mampu? Apakah pembentukan Tim Khusus ini merupakan langkah baru penegakan HAM?
Pertanyaan ini lahir dari fakta bahwa ada banyak kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang berlaru-larut penyelesaiannya, atau bahkan mungkin di-peti-es-kan. Rekomendasi Komnas HAM pun beberapa kali tidak ditindaklanjuti oleh Kejaksaan. Apalagi dari segi independensi, Tim Khusus ini hanya terdiri dari orang-orang Kejaksaan.
Khusus terkait pelanggaran HAM di Papua, apa yang dilakukan Kejaksaan di atas, sesungguhnya cukup sejalan dengan hasil kerja Pansus Papua DPD RI, yang beberapa waktu lalu telah menyelesaikan tugas terkait pencarian akar masalah di Papua.
Rekomendasi dari Pansus Papua DPD RI kepada Pemerintah ialah bahwa Pemerintah wajib melakukan upaya nyata untuk menyelesaikan berbagai permasalahan HAM, baik dugaan pelanggaran HAM masa lalu dan juga berbagai kasus aktual menyangkut Papua seperti persekusi rasial yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Negara harus mampu menunjukkan kuatnya koordinasi antara lembaga penegakan hukum, khususnya Kejaksaan Agung RI, dan lembaga-lembaga independen lainnya dalam penyelesaian HAM berat.
- Sultan Sebut Sawit Bisa Jadi Modal Soft Power Indonesia Dalam Geopolitik Global
- Senator Filep Merespons Problematika Dosen Soal Tunjangan Kinerja Hingga Beban Administrasi
- Indonesia Diterima Jadi Anggota BRICS, Sultan Apresiasi Kinerja Diplomatik Presiden Prabowo
- Seleksi PPPK: DPD RI Ingatkan KemenPAN-RB soal Komitmen tentang Non-ASN
- Merespons Putusan MK Tentang PT Nol Persen, Sultan Wacanakan Capres Independen
- Awasi Program Makan Bergizi di Daerah, Komite III DPD RI Pastikan Tidak Ada Beban Biaya Bagi Penerima Manfaat