Untukmu Bahasaku
Oleh Dahlan Iskan
Setelah dua kali pembaca memberikan teguran rasanya saya tidak akan lagi menulis kata 'hutang'. Meski tidak berani bersumpah.
Memang, saat menulis, konsentrasi saya tertuju pada kelancaran bahasa. Tidak kepada kebenaran bahasa.
Saya terlalu konsentrasi pada kualitas isi. Di kelincahannya kalimatnya. Di diksinya.
Soal kata 'hutang' sudah lama saya tahu bahwa itu salah. Namun kebiasaan belum bisa berubah.
Demikian juga ketika menulis 'membawahi'. Saya sebenarnya tahu bahwa yang benar adalah 'membawahkan', tetapi ya itu tadi, kebiasaan kadang mengalahkan kebenaran.
Saya menyadari itu. Harus ada yang terus memberikan teguran. Sampai yang benar itu menjadi kebiasaan. Lalu biasa benar.
Please, jangan bosan menegur. Memang kesannya saya ini tidak mau belajar dari kesalahan. Lihatlah komentar di DI's Way ini. Yang ditulis bung Rofiq tanggal 21 Agustus ini.
"Ndableg. Soal risiko yang sudah diingatkan almarhum KHUSNUN. SDH DIKOREKSI JUGA OLEH Yusuf Ridlo," tulis bung Rifiq.