Urgensi Pembaruan Hukum Acara Pidana

Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Urgensi Pembaruan Hukum Acara Pidana
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dr. I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Belakangan ini, perhatian para insan hukum salah satunya tertuju pada agenda reformasi Hukum Acara Pidana melalui Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU HAP) atau yang sering disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Rencana pembentukan RUU HAP ini memang mengikuti peta jalan pembaruan Hukum Pidana Nasional yang telah melahirkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam KUHP itu sendiri banyak terjadi pengaturan yang baru dan penerapan prinsip-prinsip baru dalam Hukum Pidana, sehingga pembaruan KUHAP juga tentu perlu untuk dilakukan penyesuaian.

Agenda reformasi dan kodifikasi hukum pidana tersebut pada akhirnya mampu “melepaskan diri” dari pengaruh aturan kolonial Pemerintah Hindia Belanda.

Prinsip-prinsip baru dalam hukum pidana tercermin dalam aturan KUHP baru tersebut, antara lain demokratisasi, dekolonisasi, modernisasi, harmonisasi dan yang terbaru tentunya adalah pergeseran makna keadilan.

Prinsip keadilan retributif kini juga mengarah pada keadilan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.

Artinya, hukum pidana kini tidak hanya digunakan untuk mengendalikan kejahatan atau pelanggaran pidana (crime control) namun juga sebagai jalan untuk merestorasi keadaan di masyarakat secara lebih adil.

Demikian pula apa yang sebenarnya juga telah terjadi pada Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengalami pembaruan pada tahun 1981 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Wayan Sudirta mengatakan perhatian para insan hukum salah satunya tertuju pada agenda reformasi Hukum Acara Pidana melalui RUU HAP atau disebut sebagai KUHAP.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News