Usai Sidang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Mari Bersatu Kembali

Menurut politikus yang saat-saat Reformasi dulu mendukung utama gerakan Pro-Meg (pendukung Megawati Soekarnoputri saat melawan Orde Baru), saat proses amandemen di DPR dulu banyak juga agen-agen dari kedutaan besar asing berkeliaran di gedung parlemen, apalagi menjelang sidang istimewa.
“Sudah waktunya kita kembali ke UUD 1945, dengan demokrasi sesuai Pancasila, agar tercipta stabilitas politik dan keamanan,” kata Emir.
BACA JUGA : Kubu Prabowo: Jika Kecurangan Disahkan, Putusan MK jadi Persoalan
Merujuk pada 5 Juli 1959 saat Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan Indonesia kembali ke UUD 1945.
Menurut Emir, saat itu negara sedang gencar-gencarnya menganut sistem liberalisme, kapitalisme, dan demokrasi parlementer, yang terus-menerus memicu jatuh-bangunnya kabinet.
Sistem politik dan keamanan yang tidak stabil membuat pembangunan infrastruktur terhenti dan memicu instabilitas ekonomi yang luar biasa.
“Sejak kembali ke UUD 1945, pemberontakan-pemberontakan dan gerakan separatis seperti DI/TII dan PRRI/Permesta berhasil dipadamkan,” katanya.
Indonesia juga mulai memunculkan pembangunan-pembangunan infrastruktur, mulai dari pembangunan pabrik baja, pabrik semen, sampai instalasi atom.
Sejak pilpres 2019 masyarakat Indonesia terpecah belah karena mendukung dua capres cawapres yang berbeda.
- Politikus Senior PDIP Ini Nilai Megawati Nakhoda NKRI, Hasto Adalah Jangkarnya
- 77 Tahun Gerakan Pemuda Marhaenis, Emir Moeis Ajak Kader Gelorakan Semangat Marhaenisme
- MK Tolak Gugatan Paslon 01 dan 03, Yandri Susanto PAN: Alhamdulillah, Sesuai Prediksi Kami
- Polda Sumsel Imbau Masyarakat Jaga Kamtibmas Pascaputusan MK
- MK Bacakan Putusan Sidang Sengketa Pilpres, Gibran Tetap Berkantor Seperti Biasa
- Gugat Hasil Pemilu meski Suara Jomplang, Ganjar-Mahfud Ingin Menyelamatkan Demokrasi