Utang Luar Negeri Swasta Melambat
Rupiah Bisa Lebih Stabil
jpnn.com - JAKARTA - Besarnya utang luar negeri swasta kerap membuat nilai tukar rupiah goyah. Sebab, ketika pinjaman tersebut jatuh tempo, perusahaan pun ramai-ramai memborong dolar AS untuk melakukan pelunasan. Namun saat ini tren utang swasta mulai melambat.
Direktur Eksekutif Direktorat Komunikasi Bank Indonesia (BI) Difi Johansyah mengatakan, pada Juli lalu, utang luar negeri swasta tumbuh 9,5 persen (year-on-year/yoy), lebih rendah dibanding periode Juni yang tumbuh 11 persen. "Pada akhir Juli, utang swasta tercatat USD 133,93 miliar," ujarnya kemarin (20/9).
Berdasarkan kelompok peminjam, utang luar negeri swasta lebih banyak dilakukan oleh korporasi nonbank yang mencapai USD 111,6 miliar atau 83,3 persen dari total pinjaman luar negeri swasta. "Sisanya yang sebesar USD 22,3 miliar merupakan pinjaman oleh bank," katanya.
Sedangkan berdasarkan kelompok kreditor atau pemberi pinjaman, lanjut Difi, utang luar negeri swasta "nonbank sebagian berasal dari perusahaan induk dan afiliasinya. Pada akhir Juli 2013, utang dari induk usaha dan afiliasi di mancanegara mencapai USD 33,4 miliar. Sementara itu, utang luar negeri bank yang bukan berasal dari perusahaan induk dan afiliasinya mencapai USD 7,9 miliar.
Berdasarkan jangka waktunya, kata Difi, utang luar negeri swasta nonbank didominasi utang jangka panjang yaitu mencapai 78,6 persen dari total utang luar negeri non bank. Sementara itu, perusahaan sektor perbankan lebih banyak menggunakan utang jangka pendek, yakni hingga 65,7 persen dari total utang luar negeri sektor perbankan.
"Tapi, secara nominal, utang jangka panjang tetap lebih besar dibanding utang jangka pendek. Ini menunjukkan tekanan terhadap rupiah yang berasal dari permintaan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri dalam waktu dekat ini tidak terlalu besar," terangnya.
Secara umum, menurut Difi, BI memandang perkembangan utang luar negeri Indonesia tersebut masih cukup sehat dan berkesinambungan. Perlambatan pertumbuhan utang luar negeri swasta dinilai sejalan dengan tren perlambatan ekonomi nasional. "BI akan terus memonitor perkembangan utang luar negeri agar tetap dapat mendukung upaya menjaga ketahanan sektor ekstenal," ujarnya.
Sementara itu, Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad H. Wibowo mengatakan, gejolak nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir memang tidak terlepas dari besarnya utang swasta yang jatuh tempo pada September ini. "Jadi, kebutuhan dolar di pasar sangat tinggi, stok dolar yang ada jadi rebutan, sehingga harganya melonjak," ujarnya.
JAKARTA - Besarnya utang luar negeri swasta kerap membuat nilai tukar rupiah goyah. Sebab, ketika pinjaman tersebut jatuh tempo, perusahaan pun ramai-ramai
- Libur Nataru, Pemerintah Bakal Segera Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Storm Trade Luncurkan Program Ambassador untuk Influencer dan Advokat Kripto
- SIG & PT Pertamina Lubricants Kembangkan Pelumas Open Gear Dalam Negeri
- Erwin Aksa: Persiapan Rapimnas Kadin 2024 Berjalan Baik dan Sesuai Rencana
- Ruas Falah Dukung MIND ID Mengakselerasi Pembangunan SGAR Mempawah Fase II
- Toshiba Berbagi Tips Menjaga Kebersihan Dispenser