UU Anti-Berita Palsu di Singapura Dianggap Ancam Kebebasan Berbicara
"Sebagai undang-undang yang paling luas jangkauannya dari jenisnya sampai saat ini, tingkat jangkauan yang terlalu jauh ini menimbulkan risiko signifikan terhadap kebebasan berekspresi dan berbicara, dan bisa memiliki konsekuensi parah baik di Singapura maupun di seluruh dunia," katanya.
RUU baru ini berlaku untuk semua konten online, yang berarti bahwa warga Australia atau jurnalis asing lainnya yang melaporkan Singapura, secara teoritis, bisa ditindak karena mendistribusikan 'berita palsu'.
Namun Han mengatakan penduduk setempat lebih berisiko, dengan alasan undang-undang tersebut mewakili "cara lain yang bisa digunakan melawan kritik dan aktivis, dan yang bisa melanggengkan budaya sensor yang sudah ada di Singapura".
Negara tetangganya, yakni Malaysia, juga telah menerapkan hukum serupa di bawah mantan Perdana Menteri Najib Razak, yang kemudian dicabut pada Agustus 2018 di bawah penggantinya, Mahathir Mohamad.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata