UU Pemilu Hasil Persekongkolan Politisi
Jumat, 22 Agustus 2008 – 18:56 WIB
JAKARTA---UU Pemilu No.10 tahun 2008 yang antara lain mengatur tentang perolehan kursi DPR pusat (parliamentary threshold-PT) sebesar 2,5 persen atau sekitar 15 kursi DPR, dan yang tidak mencapai jumlah kursi tersebut partai harus membubarkan diri dan tidak bisa mengikuti pemilu berikutnya. Itu dinilai sebagai hasil persekongkolan partai-partai yang ada di DPR saat ini. Demikian mengemuka dalam dialektika demokrasi bertajuk “Partai Baru dan Parliamentary Threshold” di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Jumat (22/8/2008) bersama pengamat politik Arbi Sanit, Didik Supriyanto (Sekjen PDP), Andi Najmi Fuadi (Wakil Sekjen PKNU), Yusuf Warsim (Ketua Bapilu PMB). Dengan begitu maka jelas kata Didik, jika semuanya sebagai hasil persekongkolan elit di DPR. Padahal kalau mereka itu konsisten mestinya syarat parpol itu diperberat. Misalnya ET atau PT-nya bukan saja 2,5 persen, melainkan 4-7 persen seperti di luar negeri. Atau menjadi partai local terlebih dahulu. Jika terbukti diterima rakyat di daerah tingkat II, dan pemilu berikutnya diterima rakyat di tingkat provinsi, baru menjadi partai nasional. Arbi Sanit menilai jika rakyat selama ini hanya diperalat, sehingga korupsi merajalela. Oleh sebab itu pemilu 2009 nanti tidak ada bedanya dengan pemilu 2004 dan yang akan berubah adalah jumlah Golput akan bertambah besar. Iu sebagai bukti bahwa tidak ada konsistensi elit politik untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Bukti persekongkolan itu kata Arbi Sanit dan Didik, anehnya pada UU Pemilu sebelumnya sudah ditetapkan electoral threshold (ET) sebesar 2,5 persen, tapi kemudian dianulir sendiri bahwa partai yang mempunyai satu kursi pun di DPR bias mengikuti pemilu (Pasal 36-b). Ditambah KPU yang lemah. “Didemo sedikit saja kebijakannya sudah berubah. Terbukti ada 4 parpol baru dan satu parpol lagi yang menuntut ikut pemilu akan ditolerir. Ini tambah tidak jelas,”tandas Didik Supriyanto.
Baca Juga:
Karena itu, Didik khawatir setelah pemilu 2009 mendatang kondisi politik akan diwarnai gejolak social akibat tidak puas dengan kinerja KPU. Apalagi kalau parpol yang menang tidak sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat, maka KPU akan dikepung oleh jutaan rakyat yang dating dari seluruh Indonesia . “Jadi, nanti yang penting KPU mampu mengatasi gejolak social,”tandas Didik mengingatkan.
Yang pasti kata Arbi dalam konspirasi itu tidak perlu perbaikan-perbaikan, karena dalam pertarungan politik itu tidak untuk melayani rakyat. Melainkan untuk konspirasi kepentingannya sendiri-sendiri. “Itu bias dilihat dari pembahasan anggaran, UU dan pengawasan DPR,”ujar Arbi Sanit.
Baca Juga:
Yang pasti kata Andi Najmi dan Yusuf Warsim kalau UU Pemilu itu dibaca secara utuh dan cermat, maka sangat ambivalen dan tidak konsisten. “Nantinya ada partai yang mempunyai ekor di daerah, tapi tidak mempunyai kepala di DPR,”tutur Andi Najmi yang mantan anggota FPKB DPR itu.
JAKARTA---UU Pemilu No.10 tahun 2008 yang antara lain mengatur tentang perolehan kursi DPR pusat (parliamentary threshold-PT) sebesar 2,5 persen
BERITA TERKAIT
- Usut Penyebab Mahasiswi UPI Bandung Jatuh dari Lantai 2 Gymnasium, Polisi Periksa CCTV
- Pencegahan Yasonna Laoly ke Luar Negeri jadi Pukulan Beruntun untuk PDIP
- Menaker Yassierli Pastikan Pelaksanaan Norma Ketenagakerjaan di Libur Nataru 2024
- Romo Hariyanto Pimpin Misa untuk Mengenang 40 Hari Emmanuel Setiyono Meninggal Dunia
- Warga Pesisir Jakarta Diminta Waspada Banjir Rob Hingga 3 Januari 2025
- Peringatan BMKG, Waspada Cuaca Ekstrem hingga 28 Desember 2024