UU Penanganan Konflik Jangan Usik Masyarakat Adat
Senin, 12 September 2011 – 22:23 WIB
Konflik sosial di Bali, lanjutnya, bukan merupakan konflik antaragama dan antarsuku. “Hampir belum ditemukan konflik antaragama dan antarsuku di Bali. Setelah bom Bali, tidak terjadi apa-apa. Ada riak-riak ketika kelompok-kelompok keras bereaksi, mereka menuntut tanggung jawab kaum muslim. Tapi kami cepat menenteramkannya atas nama Majelis Tertinggi Umat Hindu dan Pemuda Hindu,” bebernya.
Konflik sosial yang sering terjadi di Bali justru di intern desa dan intern banjar yang setingkat dusun. Umumnya menyangkut lembaga adat dan upacaranya seperti penguburan dan tanah kuburan. “Terjadi di tingkat desa atau di bawahnya, banjar, karena desa dan banjar sangat otonom. Konflik antardesa dan antarbanjar terjadi tapi jarang. Di intern desa adat, sering terjadi konflik, di intern banjar, sangat sering terjadi konflik,” katanya.
Menjaga eksistensi masyarakat adat desa dan banjar di Bali tidak berarti mengabaikan otonomi mereka dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
“Menyelesaikan konflik sosialnya memang membutuhkan figur-figur yang bisa diterima, karena pejabat yang mengandalkan kekuasaan tidak terlalu dipandang di desa dan banjar. Tapi, perlahan-lahan konflik sosial di desa dan banjar bisa selesai,” tukasnya. (fas/jpnn)
JAKARTA - Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bali I Wayan Sudirta berharap, undang-undang (UU) penanganan konflik sosial jangan
BERITA TERKAIT
- Komisi IV DPR Mendukung Langkah Pemerintah Pangkas Alur Distribusi Pupuk Bersubsidi ke Petani
- MK Hapus Presidential Threshold, Gibran Berpeluang Melawan Prabowo di 2029
- Sugeng Budiono Apresiasi Kritik Haidar Alwi Terhadap Survei OCCRP
- Ketua DPP PDIP Said Abdullah Tanggapi Putusan MK Tentang Penghapusan Presidential Threshold
- Kemendes Harus Membatasi Penggunaan Dana Desa untuk Sosialisasi dan Pelatihan
- Kabar Didik Melon yang Berjalan Kaki Jakarta-Boyolali, Dia Sudah di Karawang