UU Tindakan Pidana Kekerasan Seksual Akhirnya Disahkan, Pendamping Korban Terus Mengawal

UU Tindakan Pidana Kekerasan Seksual Akhirnya Disahkan, Pendamping Korban Terus Mengawal
Kelompok pejuang hak perempuan Indonesia telah mengkampanyekan UU TPKS tersebut sejak diusulkan satu dekade lalu. (Reuters: Willy Kurniawan)

"Dalam konteks KUHP, [definisi] 'perkosaan' sendiri masih bermasalah dan masih kurang [jelas]," katanya.

"Misalnya ancaman kekerasannya hanya kekerasan fisik, belum ada bahasan soal relasi kuasa, lalu cuma ada penetrasi penis dan vagina, lalu selain itu disebut sebagai perbuatan cabul."

Perbedaan lain yang ditemukannya adalah tentang pemaksaan aborsi bagi perempuan korban kekerasan seksual yang tidak masuk dalam kedua konsep UU TPKS.

"Pemaksaan aborsi tidak menjadi delik baru dalam UU TPKS, tapi dia juga enggak masuk dalam listing," katanya.

"Itu yang ke depannya menjadi PR di RKUHP ... ke depannya perlu ditegaskan bahwa ini adalah bentuk kekerasan seksual supaya menjadi subyek dari Undang-undang TPKS."

Hal ini juga disuarakan Komnas Perempuan yang merekomendasikan DPR RI dan Pemerintah untuk mengadakan aturan perkosaan dan pemaksaan aborsi yang komprehensif dalam RKUHP beserta pasal jembatan.

Ini diharapkan dapat "memungkinkan korban perkosaan dan pemaksaan aborsi dapat mengakses hak-hak selama penanganan kasus dan pemulihan sebagaimana dimuat dalam UU TPKS".

Aturan 'progresif'

Laporan kekerasan seksual terus bertambah di Indonesia, sementara tuntutannya sulit diajukan karena tidak ada payung hukum yang melindunginya.

Undang-undang TPKS ini bertujuan untuk memberikan kerangka hukum bagi para korban kekerasan seksual untuk menuntut keadilan

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News