Vaksin Gotong Royong Dimulai, Epidemiolog: Orang Sehat dan Tidak Bergejala Tidak Ada di Prioritas

Vaksin Gotong Royong Dimulai, Epidemiolog: Orang Sehat dan Tidak Bergejala Tidak Ada di Prioritas
Vaksinator menyuntikan vaksin COVID-19 saat saat vaksinasi COVID-19. (Supplied: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/hp.)

Ada setidaknya 600 nama yang telah didata dan didaftarkan Stany untuk menerima vaksin Gotong-royong. Itu belum termasuk istri atau suami dan anak-anak karyawan yang telah cukup umur.

Stany mengaku belum tahu kapan ia akan divaksinasi dengan skema ini, sehingga ada kemungkinan data tersebut berubah karena para karyawannya sudah mendapat vaksin dari pihak lain.

Tak heran, meski sudah menanti-nantikan Program Vaksinasi Gotong-royong, Stany mengaku tidak terpaku pada skema tersebut dan akan mengambil pilihan vaksinasi tercepat yang bisa diaksesnya.

"Saya dan beberapa orang lainnya merasa, mana yang duluan aja deh. Kalau [yang duluan] dari kantor ya pakai [vaksin dari] kantor, kalau [dapat duluan] dari jalur yang lain ya pakai jalur lain," katanya.

Bukan hanya tentang jumlah vaksinasi

Sejak diwacanakan pada akhir Februari lalu, skema mandiri vaksinasi di Indonesia telah menuai kritik.

Meskipun mengapreasiasi inisiatif para pengusaha, epidemiolog dari Griffith University Australia, dr Dicky Budiman mengingatkan bahwa dalam merespon pandemi, Pemerintah harus berpatokan pada standar rujukan kesehatan publik yang bukan saja baku, tapi juga sudah terbukti efektif.

Berdasarkan rujukan ini, pemberian vaksin diprioritaskan pada populasi tertentu yang berisiko atau rentan terinfeksi.

"Paradigma public health itu bukan mementingkan sekelompok orang yang tidak ada kaitan dengan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian."

Menjadi masukan bagi Pemerintah Indonesia dari sejumlah pengamat kesehatan yang mengatakan program vaksinasi gotong royong seharusnya tidak bersifat ekslusif hanya untuk warga yang mampu membelinya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News