Vaksin Gotong Royong Dimulai, Epidemiolog: Orang Sehat dan Tidak Bergejala Tidak Ada di Prioritas

Vaksin Gotong Royong Dimulai, Epidemiolog: Orang Sehat dan Tidak Bergejala Tidak Ada di Prioritas
Vaksinator menyuntikan vaksin COVID-19 saat saat vaksinasi COVID-19. (Supplied: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/hp.)

Hal senada juga disampaikan oleh epidemiolog dari Fakultas KM Universitas Indonesia, Dr Pandu Riono.

"Kalau mau mengatasi pandemi, yang harus diperhatikan kan siapa yang harus divaksinasi duluan, siapa yang prioritas, itu kan sudah ada urutan prioritasnya."

"Kalau ini kan [menurut saya] mau jualan vaksin," kata Dr Pandu.

"Jadi prinsipnya diberikan kepada yang mampu beli. Siapa yang mampu beli? Ya pengusaha. Tapi apakah karyawannya adalah kelompok prioritas penanganan pandemi? Enggak juga."

Dr Pandu mengingatkan salah satu fungsi vaksinasi adalah mencegah orang sakit berat sampai dirawat di rumah sakit dan meninggal dunia, sehingga orang-orang yang sehat dan orang-orang yang tidak bergejala seperti target penerima vaksinasi gotong-royong bukanlah prioritas.

Ia menilai, semangat vaksin gotong-royong bukan untuk menangani pandemi, melainkan hanya "memanfaatkan pandemi untuk komersialisasi vaksin".

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021 Pemerintah Indonesia telah mengatur harga pembelian hingga margin keuntungan dari vaksinasi Gotong Royong yang dibeli dari Sinopharm sebanyak 7,5 juta dosis dan Cansino sebanyak 5 juta dosis.

Harga pembelian vaksin ditetapkan Kementerian Kesehatan sebesar Rp 321.660 per dosis, sementara, tarif maksimal pelayanan mencapai Rp 117.910 per dosis.

Menjadi masukan bagi Pemerintah Indonesia dari sejumlah pengamat kesehatan yang mengatakan program vaksinasi gotong royong seharusnya tidak bersifat ekslusif hanya untuk warga yang mampu membelinya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News