Vaksin Gotong Royong Dimulai, Epidemiolog: Orang Sehat dan Tidak Bergejala Tidak Ada di Prioritas

Harga pembelian vaksin tersebut sudah termasuk keuntungan 20 persen dan biaya distribusi kabupaten atau kota, namun tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sementara, tarif pelayanan vaksinasi gotong royong sudah termasuk margin 15 persen namun belum termasuk Pajak Penghasilan (PPh).
"Kami tidak berpikir komersialisasi vaksin. Tapi realita yang harus kami hadapi memang vaksin [Gotong Royong] harus dibeli, bukan vaksin secara gratis," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir di Jakarta, Rabu (19/05).
"Jangan dilihat seakan-akan pemerintah hadir mencari margin. Pemerintah keluarkan Rp 77 triliun untuk adakan vaksin gratis. Saya rasa ini [anggaran] terbesar di dunia," ujar Erick.
Namun Dr Pandu Riono tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
"Enggak mungkin enggak ada komersialisasi, [karena] ada harga, ada biaya, ada margin profit, ada PPN macam-macam, itu kan cari duit untuk menghidupkan BUMN kesehatan," ucapnya.
Stany mengatakan untuk setiap karyawannya ia membayar Rp500 ribu per dosis vaksin, sudah termasuk ongkos pelayanan dan pajak.
Ia mengaku tahu soal kelompok prioritas seperti lansia yang seharusnya mendapat giliran lebih dulu, tapi menurutnya di luar kelompok prioritas, banyak kelompok lain yang bukan prioritas yang juga sudah menerima vaksinasi saat ini.
Menjadi masukan bagi Pemerintah Indonesia dari sejumlah pengamat kesehatan yang mengatakan program vaksinasi gotong royong seharusnya tidak bersifat ekslusif hanya untuk warga yang mampu membelinya
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan
- Dunia Hari Ini: Demi Bunuh Trump, Remaja di Amerika Habisi Kedua Orang Tuanya
- Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?
- Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?