Vaksin jadi Cara Paling Efektif untuk Menurunkan Kesakitan, Kematian dan Kecacatan

Survei keamanan vaksin terus dilakukan termasuk saat vaksin sudah digunakan secara resmi. Ini yang disebut fase IV atau Post Marketing Study.
Tidak seperti halnya vaksin lain yang pengembangannya perlu waktu bertahun-tahun, vaksin COVID-19 relatif singkat pengembangannya sekitar 12-18 bulan, karena telah mendapat izin dari para ilmuan dan regulator.
Untuk mempersingkat pengujian, uji klinik fase I dan II dilakukan berbarengan namun tetap mengutamakan faktor keamanan.
Selain imunisasi penting untuk mencegah penyakit, kecacatan, hingga kematian, juga dapat mencegah penularan penyakit ke lingkungan sosial yang lebih luas lagi.
Konsep inilah yang disebut herd immunity atau imunitas populasi, yakni saat sebagaian besar populasi di imunisasi.
Besaran cakupannya tergantung kemampuan penularan virus atau bakteri. Makin cepat penularannya, makin membutuhkan cakupan yang besar.
“Jadi kalau banyak orang di sekeliling kita diimunisasi, yang tidak bisa mendapatkan imunisasi karena berbagai sebab seperti, ada penyakit, terlalu muda untuk diimunisasi, atau tidak mendapat akses ke vaksin, jadi ikut terproteksi,” seru dr. Cissy Rachiana.
Untuk COVID-19 diperkirakan kecepatan penularannya atau Reproductive Number (Ro) mencapai 2 hingga 5 kali. Dengan daya penularan sebesar itu, imunisasi COVID-19 harus tercapai 60-70% dari populasi agar tercipta herd immunity.
Vaksin merupakan antigen atau zat aktif pada virus dan bakteri yang apabila disuntikkan, dapat menimbulkan reaksi sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus atau penyakit tersebut.
- Soal Lagu Bayar Bayar Bayar, GPA Ungkit Peran Polisi Saat Banjir & Penanganan Covid-19
- Isu COVID & Lab Wuhan Mencuat Lagi, China Gercep Membela Diri
- Kabupaten Garut Butuh 10 Ribu Dosis Vaksin PMK untuk Atasi Wabah
- Sidang Tuntutan Korupsi APD Covid-19 di Sumut Ditunda, Ini Masalahnya
- Etana Dorong Kenandirian Farmasi Nasional Melalui Vaksin Lokal
- Trump Bikin Gebrakan Hari Pertama, Langsung Teken Keppres agar AS Keluar dari WHO