Vaksin yang Ada Disebut Tetap Akan Lindungi Diri dari Varian Baru Corona, Tapi Kenapa Masih Bisa Tertular?

Vaksin yang Ada Disebut Tetap Akan Lindungi Diri dari Varian Baru Corona, Tapi Kenapa Masih Bisa Tertular?
Musisi Ariel Noah menjadi salah satu penerima vaksin COVID-19 yang pertama di kota Bandung. (Foto: Humas Kota Bandung)

Pengembangan vaksin COVID-19 memang hanya satu atau dua tahun, tapi dr Denta mengatakan “teknologi yang dipakai sudah dikembangkan selama 15-20 tahun terakhir”.

"Vaksin COVID-19 itu sebenarnya memakai teknologi yang sudah ada untuk memotong waktu penelitian dan pengembangan yang cukup panjang atau cukup signifikan," katanya.

"Jadi misalnya, teknologi vaksin mRNA, dengan viral vector, itu sudah ada sebelumnya. Peneliti tinggal mencocokkan, kira-kira karakteristik virusnya corona sesuai atau tidak dengan teknologi vaksin yang mau kita pakai. Kalau cocok, ya digunakan."

Kesimpulannya, pembuatan vaksin corona sebenarnya “tidak terburu-buru”.

"Makanya tanggal kadaluarsanya mepet ... ini sebenarnya bukan vaksin yang benar-benar baru," kata dr Denta.

Enggak mau pakai Sinovac, memang yang lain lebih baik?

Topik efikasi adalah salah satu yang paling rumit dibahas, makanya sering pula disalahpahami karena sifatnya sangat teknis, menurut dr Denta.

Namun, ketika membaca angka efikasi sebuah vaksin, kita perlu mengetahui hal apa yang dicegah vaksin dengan persentase efikasi tertentu itu.

Di Indonesia, vaksin Sinovac memiliki efikasi sebesar 65,3 persen, jauh lebih tinggi dibanding di Brazil yang sebesar 50,4 persen.

Bersama dr Kurniawan Satria Denta di Yogyakarta, kami mencoba menjawab pertanyaan soal vaksin dengan bahasa lebih mudah dipahami

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News