Venezuela: Dulu Negara Terkaya, Kini Ditinggal Warganya
jpnn.com, CARACAS - Venezuela pernah menjadi negara terkaya keempat di dunia pada 1950. Saat Hugo Chavez menjadi presiden pada 1999, angka kemiskinan Venezuela berkisar 55 persen.
Angka itu bertahan sampai Chavez meninggal dan Nicolas Maduro menggantikannya. Kini angka kemiskinan Venezuela mencapai 76 persen. Dan, trennya akan naik terus.
Sebenarnya, apa yang membuat Venezuela sekacau ini? Beberapa pengamat politik Venezuela menyebut paham sosialis Maduro yang kaku sebagai penyebab.
Tapi, para ekonom mengatakan bahwa bibit krisis ekonomi itu sudah ada sejak era Chavez. Hanya, pemimpin yang oleh Maduro disebut sebagai mentor tersebut mampu menyiasati kondisi itu dengan kebijakan-kebijakan yang populis.
Berbagai subsidi yang dikucurkan rezim Chavez ketika itu membuat rakyat Venezuela terbuai. Dia bahkan dielu-elukan sebagai contoh pemimpin pro-rakyat yang sukses oleh banyak orang di luar Venezuela.
Era Chavez juga tertolong harga minyak yang tinggi. Dia sampai bisa membuat semua rakyatnya menikmati bahan bakar minyak dengan harga termurah sedunia.
Harga minyak dunia yang anjlok pada 2014 membuat produksi minyak Venezuela turun drastis. Padahal, negara itu sangat bergantung pada minyak. Menurut Strait Times, komoditas tersebut menyumbang 96 persen pendapatan negara.
Di era Maduro, inflasi Venezuela bertambah parah. Prediksinya, sampai akhir tahun ini, inflasi Venezuela bisa mencapai 1 juta persen.
Venezuela pernah menjadi negara terkaya keempat di dunia pada 1950. Saat Hugo Chavez menjadi presiden pada 1999, angka kemiskinan Venezuela berkisar 55 persen
- Tak Terima Hasil Pilpres Venezuela, Amerika Desak Jagoannya Diakui sebagai Pemenang
- Gandeng TDW Resources, Cariilmu Gelar Acara Survive And Winning In Crisis
- Soroti Krisis Ekonomi, Ketum HMS Center: Pemerintah Gemar Berutang
- Dulunya Salah Satu Negara Terkaya di Dunia, Argentina Kini Mengalami Inflasi 100 Persen
- Krisis Perbankan Bikin Rakyat Amerika Marah kepada Biden
- Heboh Silicon Valley Bank Kolaps, Bos BRI Bilang Begini