Ventilator Tengkurap

Ventilator Tengkurap
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Walhasil alat seperti Vent-I tetap penting diadakan. Justru karena independensinya itu. Yang pengoperasiannya pun mudah. Dokter umum pun bisa, bahkan perawat sekalipun.

Ini kesempatan dalam negeri untuk bisa berkembang --dari teknologi yang dianggap terlalu sederhana itu.

Saya selalu menghargai proses merangkak. Memang ada bayi yang tanpa merangkak bisa langsung membaca DI's Way.

Namun proses merangkak juga harus dihargai. Saya tetap mengagumi mereka yang mau membuat langkah --sesederhana apa pun. Apalagi kalau itu bagian dari proses merangkak.

Kurangnya penghargaan pada proses seperti itulah yang membuat kita tidak kunjung sampai tujuan. Terus saja yang diinginkan langsung canggih. Baru bisa lolos uji kalau mencapai standar 'itu'.

Maunya langsung yang bisa melebihi yang tercanggih. Penemuan yang dianggap sederhana langsung dihina --cuma begitu.

Saya jadi ingat Geely. Pabrik mobil raksasa di Tiongkok itu. Yang kini sudah mampu mengambil alih Volvo itu. Yang sudah jadi pemegang saham terbesar Mercedes-Benz itu.

Dulunya, pada 1986, hanya bengkel mobil. Yang diizinkan membuat mobil sangat jelek sekali --lebih jelek dari mobil listriknya Kang Dasep Ahmadi.

Ventilator kini memang jadi pembicaraan di media Barat. Banyak penderita Covid-19 yang ditolong dengan ventilator justru meninggal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News