Vivo 1000

Oleh: Dahlan Iskan

Vivo 1000
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Harga Revo89, produk Vivo yang setara dengan Pertalite, justru turun jadi Rp 8.900. Padahal Pertalite-nya Pertamina naik menjadi Rp 10.000/liter. Heboh.

Bagaimana bisa?

Rupanya induk perusahaan Vivo memang punya strategi khusus. Yakni menyasar konsumen miskin.

Lihatlah fokus operasi Vivo di dunia: Vivo menguasai pompa bensin di seluruh negara Afrika. Vivo punya 2.400 lebih pompa bensin di 23 negara di Afrika.

Tentu banyak juga yang mempersoalkan kualitas Revo89. Mungkin saja tidak sebagus Pertalite. Level RON-nya bisa sama-sama 89, tetapi siapa tahu ada unsur tertentu yang membuat beda.

Ada juga yang menghubungkan dengan sumber bahan baku mereka. Induk perusahaan ini sudah sangat global. Jaringannya di seluruh dunia. Pabrik penyulingannya ada di mana-mana termasuk di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Bisa saja induk Vivo punya anak perusahaan yang lincah: bisa membeli bahan baku dari Iran atau Rusia. Yang Anda pun sudah tahu: harganya jauh lebih murah.

Pemerintah tentu diuntungkan. Rakyat punya banyak pilihan. Akan tetapi bisa juga pemerintah merasa terpojok: bagaimana mungkin yang tidak disubsidi bisa lebih murah dari yang disubsidi.

Di saat Pertamina menaikkan harga BBM di stasiunnya, stasiun bensin satu ini justru menurunkannya: SPBU Vivo di Jakarta selatan. Baru satu itu. Milik asing.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News