Wacana Pembatasan Impor Tembakau Dinilai Tidak Tepat
jpnn.com, JAKARTA - Wacana pembatasan impor di tengah defisit tembakau dinilai tidak tepat dan mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, alih-alih pembatasan impor tembakau, pemerintah sebenarnya bisa menetapkan kebijakan bea masuk yang sedikit lebih tinggi terhadap varietas yang jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
"Bea masuk bisa menjadi solusi," ujar Moeftie dalam siaran persnya.
Terkait besarannya, Moefti meminta angkanya haruslah wajar. Dengan adanya kebijakan ini, industri masih tetap memiliki akses terhadap bahan baku.
Dalam lima tahun terakhir, rata–rata produksi tembakau di dalam negeri selalu di bawah 200 ribu ton per tahun. Sementara, permintaan tembakau berkisar 320 ribu ton per tahun.
Sementara, Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo mengatakan, pemerintah bisa mengenakan kebijakan tarif progresif terhadap varietas tembakau yang tidak bisa dipenuhi oleh petani lokal.
"Dengan adanya tarif progresif, maka yang diuntungkan tentu pemerintah," ujar Firman.
Firman juga mengimbau agar pabrikan terus melakukan pembinaan dan kemitraan terhadap petani untuk membudidayakan varietas-varietas tembakau yang dibutuhkan. Sehingga, tembakau dalam negeri yang terserap menjadi lebih banyak.
Wacana pembatasan impor di tengah defisit tembakau dinilai tidak tepat dan mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau.
- Bea Cukai dan Pemda Bersinergi, Kembangkan Industri Hasil Tembakau di Jawa Timur
- Penundaan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Masyarakat
- Tanggapi Polemik Rancangan Permenkes Kemasan Seragam, DPR: Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau
- Bea Cukai Bersama BPOM & Asperindo Gelar FGD Bahas Pengawasan Impor Obat dan Makanan
- Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Melanggar UU HAKI
- Tom Lembong Diperiksa Kejagung Hari Ini